WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kementerian Pertahanan Rusia mengonfirmasi telah melancarkan serangan udara terhadap konvoi militer Ukraina yang diduga berusaha melarikan diri dari Oblast Kursk pada Senin (10/3/2025).
Serangan ini dilakukan di tengah gerak maju pasukan Rusia yang semakin dominan, dengan dukungan unit militer Korea Utara.
Baca Juga:
Sejarah dan Makna Hari Perempuan Internasional 8 Maret
Pasukan Angkatan Bersenjata Federasi Rusia (VSRF) saat ini telah mencapai jarak sekitar 10 meter dari pusat kota Sudzha, yang menjadi titik strategis dalam distribusi amunisi dan logistik militer Ukraina.
Menggunakan pesawat tanpa awak (drone), militer Rusia melacak pergerakan konvoi Ukraina yang diklaim mencoba meninggalkan Sudzha.
Upaya pelarian tersebut akhirnya digagalkan setelah operator drone Rusia dengan kode panggil "Rubicon" melancarkan serangan terhadap rombongan militer tersebut.
Baca Juga:
Zelensky Akhirnya Tunduk Kepada Trump, Siap Akhiri Perang dengan Rusia
Menurut laporan yang dilansir dari Kantor Berita Yaman, SABA, serangan drone Rusia menyebabkan sekitar 30 tentara Ukraina tewas di lokasi kejadian.
Selain itu, sejumlah kendaraan tempur serta peralatan militer Angkatan Bersenjata Ukraina (AFU) juga mengalami kehancuran di desa yang berdekatan dengan Sudzha.
Pengamat militer dari Institut Pertahanan Global, Viktor Mikhailov, menilai bahwa serangan ini menunjukkan efektivitas strategi peperangan Rusia dalam membatasi ruang gerak lawan.
"Rusia semakin mengandalkan drone untuk memburu target bergerak dengan akurasi tinggi. Ini menjadi ancaman besar bagi pasukan Ukraina yang mencoba mundur atau merelokasi unit mereka," ujarnya.
Sementara itu, analis keamanan internasional, Richard Coleman, menyoroti dampak psikologis dari serangan ini terhadap pasukan Ukraina.
"Ketika konvoi yang seharusnya menjadi jalur aman justru menjadi target serangan, moral pasukan di lapangan bisa runtuh. Ini bukan sekadar pertempuran fisik, tapi juga perang psikologis yang sengit," ungkapnya.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa ratusan tentara Ukraina tewas setelah Amerika Serikat menghentikan pasokan informasi intelijen yang biasanya menjadi bagian dari strategi pertahanan mereka dalam perang.
Situasi di garis depan semakin tidak menguntungkan bagi Ukraina sejak Rusia kembali menguasai dua pertiga wilayah perbatasan setelah menduduki Kursk sejak Agustus 2024.
Posisi militer Ukraina pun dikabarkan semakin terdesak dan berada dalam kondisi kritis.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]