WahanaNews.co | Dunia dibikin pusing oleh 'senjata' Rusia. Namun, senjata yang dimaksud bukanlah rudal maupun kendaraan perang canggih.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menuduh Rusia menggunakan makanan sebagai senjata di Ukraina dengan menyandera pasokan makanan, tidak hanya untuk jutaan orang Ukraina, tetapi juga jutaan orang di seluruh dunia yang bergantung pada ekspor Ukraina.
Baca Juga:
RI-AS Kecam Kekerasan Terhadap Warga Sipil yang Berlanjut di Myanmar
Di hadapan Dewan Keamanan PBB, Blinken mengimbau Rusia untuk berhenti memblokade pelabuhan Ukraina.
"Pemerintah Rusia tampaknya berpikir bahwa menggunakan makanan sebagai senjata akan membantu mencapai apa yang belum dilakukan invasi, untuk mematahkan semangat rakyat Ukraina," katanya seperti dilansir Reuters, Jumat (20/5/2022).
"Pasokan makanan untuk jutaan orang Ukraina dan jutaan lainnya di seluruh dunia telah benar-benar disandera oleh militer Rusia."
Baca Juga:
KTT Liga Arab dan OKI Sepakati Tekanan Global: Cabut Keanggotaan Israel dari PBB Segera!
Perang di Ukraina telah menyebabkan harga global untuk biji-bijian, minyak goreng, bahan bakar, dan pupuk melambung.
Adapun, Rusia dan Ukraina bersama-sama menyumbang hampir sepertiga dari pasokan gandum global. Ukraina juga merupakan pengekspor utama jagung, jelai, minyak bunga matahari, dan minyak lobak. Sementara itu, Rusia dan Belarusia, yang telah mendukung Moskow dalam perangnya di Ukraina, menyumbang lebih dari 40% ekspor kalium global untuk nutrisi tanaman.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan tuduhan yang menyatakan bahwa Rusia harus disalahkan atas krisis pangan global yang sejatinya telah terjadi selama beberapa tahun benar-benar salah alamat.
Menurutnya, justru Ukraina yang telah menahan kapal asing di pelabuhannya, sementara pihaknya telah berulang kali mencoba membuka koridor yang aman untuk kapal.
Nebenzia juga menyalahkan sanksi Barat yang dijatuhkan pada Moskow atas perang Ukraina karena memiliki efek mengerikan pada ekspor makanan dan pupuk Rusia.
Namun, hal tersebut dibantah oleh Blinken. "Keputusan untuk menggunakan makanan sebagai senjata adalah milik Moskow dan Moskow sendiri," kata Blinken. "Sebagai akibat dari tindakan pemerintah Rusia, sekitar 20 juta ton biji-bijian tidak terpakai di silo Ukraina karena pasokan makanan global berkurang, harga meroket, menyebabkan lebih banyak lagi di seluruh dunia mengalami kerawanan pangan."
Adapun, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sedang mencoba untuk menengahi "kesepakatan paket" yang akan memungkinkan Ukraina untuk melanjutkan ekspor makanan melalui Laut Hitam dan menghidupkan kembali produksi makanan dan pupuk Rusia ke pasar dunia.
"Ada cukup makanan untuk semua orang di dunia. Masalahnya adalah distribusi, dan ini sangat terkait dengan perang di Ukraina," kata Guterres. [qnt]