WahanaNews.co | Bukan kabar baru bahwa di Singapura, orang yang kedapatan mengimpor, menjual, atau membuat permen karet bisa didenda dan kemungkinan mendapatkan hukuman penjara.
Larangan tersebut mencakup semua zat permen karet yang berasal dari nabati atau sintetis, seperti permen karet dan permen karet gigi.
Baca Juga:
Sukseskan Penyambutan Mahasiswa Baru dan Makrab, IMH-Jambi Dukung Visi dan Misi Pemkab
Dilansir situs Pemerintahan Singapura, salah satu tujuan melarang hal tersebut untuk mencegah orang menggunakan permen karet bekas yang bisa mengganggu layanan Mass Rapid Transit (MRT).
Sebab, sebelum larangan itu dibuat, banyak orang yang menempelkan permen karet pada sensor pintu kereta MRT, sehingga membuat pintu tersebut tidak berfungsi dengan baik dan mengganggu layanan kereta.
Bukan hanya itu saja, larangan mengunyah permen karet diterapkan untuk memberantas masalah yang ditimbulkan oleh sampah permen karet, seperti bioskop, taman dan area umum perumahan seperti lift, tangga, dan koridor.
Baca Juga:
PLN Batam: Tak Ada Subsidi Seperti Pelanggan Nasional
Belum lagi karena sampah itu, pemerintah harus mengeluarkan biaya yang tinggi untuk membersihkan bekas permen karet.
Dewan Perumahan dan Pengembangan (HDB) dilaporkan menghabiskan 150 ribu dolar Singapura atau setara Rp 1,6 miliar per tahun untuk membersihkan sampah permen karet.
Dari semua berbagai masalah yang ditimbulkan oleh permen karet, akhirnya pada tahun 1983 oleh S. Dhanabalan, saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dan Kebudayaan, mengeluarkan gagasan pelarangan permen karet untuk pertama kalinya.
Pada tahun 1980-an Pemerintah Singapura telah menerapkan beberapa kontrol atas penjualan permen karet. Bahkan, Mediacorp saat itu dilarang menayangkan iklan yang mempromosikan penjualan permen karet.
Belum lagi toko-toko di sekolah juga ikut diperintahkan untuk berhenti menjual permen karet kepada siswa.
Tentu dengan dikeluarkan larangan tersebut membuat reaksi publik terbagi. Bagi yang pro akan kebijakan tersebut, merasa bahwa larangan itu akan membantu menyingkirkan gangguan abadi, dan pada gilirannya meningkatkan kebersihan tempat-tempat umum.
Sedangkan yang kontra merasa bahwa itu terlalu tiba-tiba dan keras. Mereka mengusulkan agar pendekatan yang lebih pragmatis diadopsi, seperti pendidikan publik atau denda yang lebih berat yang dikenakan pada mereka yang gagal membuang permen karet dengan benar.
Terlepas dari kritik, Pemerintah Singapura tetap melanjutkan larangan mengunyah permen karet, karena pendidikan publik tidak menghasilkan efek yang diinginkan.
Larangan tersebut terbukti efektif dalam mengurangi jumlah kasus sampah permen karet. Misalnya, pada Februari 1993, jumlah rata-rata kasus per hari hanya dua dibandingkan dengan 525 kasus sebelum pelarangan.
Dengan pengurangan drastis sampah permen karet, dewan kota melaporkan penghematan besar dalam biaya pembersihan.
Pada bulan Maret 2004, larangan mengunyah permen karet sebagian dicabut, setelah pemerintah mengizinkan penjualan permen karet berdasarkan perjanjian perdagangan bebas yang ditandatangani dengan Amerika Serikat.
Namun, permen karet yang diizinkan dibatasi untuk yang memiliki nilai terapeutik, seperti permen karet nikotin dan permen karet gigi mulut. [qnt]