Menurut Saudi tindakan semacam itu bisa mengganggu kekacauan, gangguan, aliansi sosial, dan mendukung 'musuh' kerajaan.
Sejumlah lembaga pemantau hak asasi manusia mengecam sikap Saudi yang semakin buka-bukaan dalam memata-matai para pengkritik dan pemberontak, tak terkecuali anggota keluarga kerajaan.
Baca Juga:
Timnas Indonesia Hadapi Arab Saudi di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Putaran Ketiga
Freedom House melaporkan Saudi menargetkan 14 negara termasuk dari Amerika Serikat. Tujuannya untuk memata-matai orang Saudi, meng ceritakan, atau memaksa mereka kembali ke kerajaan.
"Ini mengganggu, menakutkan, dan ini merupakan pelanggaran besar terhadap kebebasan bicara yang dilindungi," kata salah satu anggota Freedom House, Nate Schenkkan.
Sejak Pangeran Mohammed bin Salman (MbS) menjadi pemimpin de facto Saudi negara Timur Tengah itu makin gemar menahan para pengkritik seperti ulama, aktivis, hingga anggota keluarga kerajaan.
Baca Juga:
Kanwil Kemenag Kaltara Alokasikan 221.000 Jatah Haji untuk Tahun 2025
Pangeran Abdullah merupakan mahasiswa pascasarjana di Universitas Northeastern Boston yang telah tinggal di AS untuk beberapa waktu. Menurut teman-temannya, Abdullah kerap menghindari berbicara soal politik Saudi apalagi soal identitasnya di keluarga kerajaan Arab Saudi.
Pangeran Abdullah dianggap fokus pada studi, rencana karir, dan cintanya terhadap sepak bola.
Namun, Pangeran Abdullah diketahui berasal dari salah satu cabang keluarga kerajaan Saudi yang menjadi sasaran penahanan rezim MbS. Pangeran Abdullah bahkan dianggap sebagai kritikus kerajaan hingga saingan MbS sejak sang putra mahota mengkonsolidasikan kekuasaan di bawah sang ayah, Raja Salman, yang sudah lanjut usia. [tum]