WahanaNews.co | Dokumen pengadilan Saudi yang didapat Associated Press (AP) menuturkan Pangeran Abdullah ditahan dan dipenjara sepulangnya dari Amerika Serikat, tempat ia mengejar gelar pascasarjana, pada 2020.
Kedutaan Besar (Kedubes) Arab Saudi di Amerika Serikat buka suara menyusul laporan penahanan dan vonis 30 tahun penjara terhadap salah satu pangeran keluarga kerajaan, Abdullah bin Faisal Al Saud.
Baca Juga:
Timnas Indonesia Hadapi Arab Saudi di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Putaran Ketiga
"Gagasan bahwa pemerintah Saudi atau lembaganya melecehkan warga negara sendiri di luar negeri tak masuk akal," demikian menurut Kedubes Saudi, seperti dikutip AP awal November lalu.
Kedubes Saudi juga membantah keras tindakan negaranya memata-matai dan mengintai aktivitas warganya di luar negeri, terutama orang-orang yang menjadi target karena mengkritik kerajaan.
"Sebaliknya (klaim tersebut), tugas kami di luar negeri menyediakan layanan beragam, termasuk bantuan medis dan hukum, kepada setiap warga negara yang meminta bantuan saat di luar kerajaan," ujar kedubes menambahkan.
Baca Juga:
Kanwil Kemenag Kaltara Alokasikan 221.000 Jatah Haji untuk Tahun 2025
Pangeran Abdullah ditangkap karena dianggap pernah berbicara dengan kerabatnya melalui telepon soal penahanan sepupunya yang juga pangeran Saudi saat berada di AS. Percakapan itu ketahuan dinas rahasia Saudi.
Pangeran Abdullah juga dituduh pernah menggunakan telepon umum di Boston untuk berbicara dengan pengacara soal kasus penangkapan sepupunya itu. Ia diduga mengirim uang US$9 ribu untuk membayar taggihan apartemen sepupunya itu di Paris.
Teman-temannya mengatakan Pangeran Abdullah tiba-tiba diminta pulang ke kampung halaman dengan tiket pesawat yang disediakan pemerintah Saudi. Ia disebut diminta belajar jarak jauh selama pandemi.
Menurut Saudi tindakan semacam itu bisa mengganggu kekacauan, gangguan, aliansi sosial, dan mendukung 'musuh' kerajaan.
Sejumlah lembaga pemantau hak asasi manusia mengecam sikap Saudi yang semakin buka-bukaan dalam memata-matai para pengkritik dan pemberontak, tak terkecuali anggota keluarga kerajaan.
Freedom House melaporkan Saudi menargetkan 14 negara termasuk dari Amerika Serikat. Tujuannya untuk memata-matai orang Saudi, meng ceritakan, atau memaksa mereka kembali ke kerajaan.
"Ini mengganggu, menakutkan, dan ini merupakan pelanggaran besar terhadap kebebasan bicara yang dilindungi," kata salah satu anggota Freedom House, Nate Schenkkan.
Sejak Pangeran Mohammed bin Salman (MbS) menjadi pemimpin de facto Saudi negara Timur Tengah itu makin gemar menahan para pengkritik seperti ulama, aktivis, hingga anggota keluarga kerajaan.
Pangeran Abdullah merupakan mahasiswa pascasarjana di Universitas Northeastern Boston yang telah tinggal di AS untuk beberapa waktu. Menurut teman-temannya, Abdullah kerap menghindari berbicara soal politik Saudi apalagi soal identitasnya di keluarga kerajaan Arab Saudi.
Pangeran Abdullah dianggap fokus pada studi, rencana karir, dan cintanya terhadap sepak bola.
Namun, Pangeran Abdullah diketahui berasal dari salah satu cabang keluarga kerajaan Saudi yang menjadi sasaran penahanan rezim MbS. Pangeran Abdullah bahkan dianggap sebagai kritikus kerajaan hingga saingan MbS sejak sang putra mahota mengkonsolidasikan kekuasaan di bawah sang ayah, Raja Salman, yang sudah lanjut usia. [tum]