WahanaNews.co | Ekonomi negara Sri Lanka benar-benar runtuh. Alhasil, kesepakatan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) adalah jalan satu-satunya untuk bangkit.
Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan negara Asia Selatan itu menghadapi situasi yang jauh lebih serius dari sekadar kekurangan bahan bakar, gas, listrik dan makanan.
Baca Juga:
Presiden Jokowi dan Presiden Wickremesinghe Bahas Peningkatan Kerja Sama Indonesia-Sri Lanka
"Kami sekarang melihat tanda-tanda kemungkinan jatuh ke titik terendah," kata Wickremesinghe dikutip dari Bloomberg, Kamis (23/6/2022).
Analisis suram muncul ketika pihak berwenang mengadakan pembicaraan dengan pemberi pinjaman yang berbasis di Washington untuk kesepakatan dana segar bagi negara yang bangkrut.
Sri Lanka membutuhkan US$ 6 miliar dalam beberapa bulan mendatang untuk menopang cadangannya, membayar tagihan impor yang membengkak dan menstabilkan mata uangnya.
Baca Juga:
Bakamla RI Terima Kunjungan Kehormatan DSCSC Sri Lanka
Wickremesinghe menyebut Sri Lanka telah menyelesaikan diskusi awal dengan IMF dan bertukar pikiran tentang keuangan publik, keberlanjutan utang, sektor perbankan dan jaminan sosial.
"Kami bermaksud untuk masuk ke dalam kesepakatan tingkat resmi dengan IMF pada akhir Juli," tuturnya.
Pihak berwenang juga berencana untuk mengadakan konferensi bantuan kredit dengan negara-negara sahabat termasuk India, Jepang dan China untuk bantuan lebih lanjut.
Sri Lanka bangkrut setelah gagal menghentikan krisis ekonomi terburuk yang dihadapinya dalam sejarah kemerdekaannya.
Kekurangan makanan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok yang berkepanjangan berisiko mengintensifkan protes dan dapat menghambat stabilitas politik lebih lanjut.
Pada Selasa (21/6), Hamilton Reserve Bank Ltd yang memegang lebih dari US$ 250 juta dari 5,875% Obligasi Negara Internasional Sri Lanka yang jatuh tempo 25 Juli, mengajukan gugatan di pengadilan federal New York untuk meminta pembayaran penuh pokok dan bunga setelah negara itu gagal bayar bulan lalu. [qnt]