WahanaNews.co, New Delhi - Baru-baru ini, video-viral di media sosial memperlihatkan pelayanan makanan kaki lima alias street food di India yang kurang bersih dan tidak higienis karena kurangnya praktik kebersihan yang memadai.
Banyak penjual makanan tidak mematuhi standar keamanan pangan dasar, seperti tidak mengenakan celemek, tidak memiliki akses terhadap air keran, tidak mencuci tangan sebelum memasak, tidak menggunakan sabun untuk membersihkan peralatan, tidak memiliki lemari es untuk menyimpan makanan, dan bahkan menggunakan tangan untuk mengaduk adonan.
Baca Juga:
Sosok Sheikh Hasina, PM Bangladesh Kabur ke India yang Mundur-Kabur karena Demo
Melansir VIVA, praktik penanganan dan perdagangan yang dilakukan oleh pedagang kaki lima di India sering kali tidak memenuhi standar kebersihan, yang berpotensi menyebabkan kontaminasi makanan oleh patogen bawaan makanan.
Penggunaan bahan mentah yang tercemar, metode persiapan yang tidak higienis, dan wadah yang terinfeksi juga turut berkontribusi terhadap kontaminasi mikroba pada jajanan kaki lima di negara dengan populasi terpadat di dunia tersebut.
Selain itu, adanya kontaminasi tinja pada air pengolahan dan kondisi tidak sehat di lokasi persiapan makanan semakin memperburuk sifat tidak higienis dari jajanan kaki lima tersebut.
Baca Juga:
PM Bangladesh Undur Diri, Hasina Mengungsi ke India
Menurut Asosiasi Kesehatan Masyarakat, hanya 53% orang India yang mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar; 38% melakukannya sebelum makan dan hanya 30% yang mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan.
Peraturan perdagangan makanan diatur oleh Otoritas Standar dan Keamanan Pangan India (FSSAI), yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Keamanan dan Standar Pangan pemerintah yang disahkan bersamaan.
FSSAI bertanggung jawab untuk menetapkan standar keamanan dan kualitas pangan berbasis ilmu pengetahuan, mengatur bagaimana produk makanan dan minuman diproduksi, disimpan, dan didistribusikan, dan pada akhirnya menegakkan kepatuhan terhadap aturan-aturan ini.
Menurut para peneliti dan pengamat kuliner, ini beberapa alasan mengapa makanan kaki lima di India kurang higienis:
Infrastruktur yang terbatas
Fasilitas produksi dan pengolahan makanan kekurangan sumber daya untuk menjaga kebersihan, sehingga mengakibatkan kontaminasi dan berjangkitnya penyakit bawaan makanan.
Di India saja, diperkirakan terdapat 100 juta penyakit bawaan makanan setiap tahunnya, yang mengakibatkan rata-rata 120.000 kematian akibat makanan.
Pemalsuan Bahan Pangan
Hasil tinjauan yang dilakukan oleh FSSAI pada tahun 2022 mengindikasikan adanya peningkatan yang signifikan dalam identifikasi kasus pemalsuan bahan makanan selama beberapa tahun terakhir.
Persentase kasus pemalsuan meningkat dari hanya 15% pada tahun 2012 menjadi 28% pada tahun 2019.
Meskipun demikian, masalah deteksi masih menjadi isu karena sebagian produsen mengabaikan kewajiban hukum mereka untuk mendaftarkan produk sesuai persyaratan yang ditetapkan.
Bagi sejumlah perusahaan, melacak asal-usul bahan baku menjadi suatu tantangan yang sulit dan bahkan tidak memungkinkan, terutama pada komoditas pertanian mentah.
Ketidaktersediaan pencatatan yang terstandarisasi, bersama dengan adanya penipuan pangan yang disengaja, menghambat upaya produsen untuk melakukan pelacakan mundur hingga ke peternakan atau pusat pemrosesan utama.
Dampaknya, produsen kesulitan menilai potensi risiko yang terkait dengan bahan-bahan yang mereka gunakan, mengakibatkan gangguan pada keselamatan seluruh rantai pasokan makanan.
Proses penelusuran menjadi sangat rumit, terutama bagi bisnis makanan skala kecil dan menengah yang memiliki margin keuntungan yang tipis dan sumber daya terbatas untuk melakukan pelacakan bahan tanpa mengalami kerugian finansial.
Kejar Keuntungan
Banyak produsen makanan dan minuman di India berfokus pada pengurangan biaya agar produk mereka dapat diakses oleh berbagai kalangan masyarakat.
Dampaknya, banyak perusahaan tidak dapat menempatkan keamanan pangan sebagai elemen kunci dalam strategi bisnis mereka karena dianggap dapat menghambat pencapaian margin keuntungan yang diinginkan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]