WAHANANEWS.CO - Otoritas Taiwan memicu perhatian publik setelah merilis panduan krisis yang dibagikan massal ke jutaan rumah di seluruh wilayahnya pada Jumat (21/11/2025), sebuah langkah sigap di tengah memanasnya ketegangan dengan China yang dianggap semakin mendekat ke potensi konflik terbuka.
Panduan cetak berwarna oranye setebal 32 halaman itu disisipkan ke bawah pintu dan kotak surat warga Taipei sepanjang pekan ini sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ancaman serangan udara dan bencana alam yang dapat memicu kekacauan besar.
Baca Juga:
Peretas Temukan Dokumen Rahasia, Rusia Diam-diam Siapkan China Invasi Taiwan
Para pengkritik menilai booklet berjudul ‘Jika Terjadi Krisis’ tersebut sebagai pemborosan anggaran, namun pemerintah menegaskan panduan itu merupakan bagian dari strategi Presiden Lai Ching-te untuk mempersiapkan 23 juta warga menghadapi segala bentuk bencana atau potensi invasi.
Panduan itu memberikan instruksi mulai dari cara menyiapkan ‘tas darurat’, prosedur ketika sirene serangan udara berbunyi, hingga langkah-langkah melakukan pertolongan pertama agar masyarakat mampu bertahan pada situasi kritis.
Panduan tersebut turut memperingatkan ancaman ‘pasukan asing yang bermusuhan’ yang dapat menyebarkan disinformasi guna melemahkan tekad rakyat Taiwan jika China mengambil tindakan militer, dengan penegasan bahwa “klaim apa pun bahwa pemerintah telah menyerah atau bahwa negara telah dikalahkan adalah salah.”
Baca Juga:
Forum Xiangshan 2025: China Tunjukkan Taring Baru di Kancah Keamanan Global
Panduan krisis versi cetak ini menjadi yang pertama kalinya disebarkan untuk publik setelah sebelumnya hanya tersedia dalam format digital, dan distribusinya dianggap penting agar warga yang tidak memiliki akses perangkat digital tetap mendapatkan informasi.
Sejumlah warga menyambut baik pembagian booklet itu, termasuk Jay Tsai (31), yang mengatakan kepada AFP, “Saya berharap kita tidak akan pernah membutuhkannya, tetapi rasanya melegakan untuk memilikinya.”
Tokoh masyarakat Chi Chien-han (43) juga menilai panduan itu membantu, mengatakan bahwa hal tersebut “mengingatkan kita untuk tetap waspada daripada bersikap seolah-olah tidak ada yang penting.”
Namun kritik tetap muncul, termasuk dari pemimpin komunitas Chiang Chu-hsuan (60) yang menyebut booklet itu sebagai “pemborosan uang” dan mendesak Presiden Lai untuk lebih fokus “menghindari perang.”
Seorang legislator Taiwan dari Partai Kuomintang, Yeh Yuan-chih, juga mempertanyakan anggaran pencetakan dan pengiriman booklet tersebut di tengah tensi politik yang meningkat.
China tetap menegaskan Taiwan sebagai wilayah kedaulatannya dan pada Oktober (xx/10/2025) kembali menyoroti bahwa mereka tidak pernah mengesampingkan penggunaan kekerasan untuk ‘menyatukan kembali’ pulau itu.
China dan Taiwan telah beberapa kali menggelar latihan militer besar sepanjang tahun ini, menunjukkan dinamika kawasan yang semakin rawan gesekan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]