WAHANANEWS.CO, Jakarta - Israel membutuhkan bom super berat seberat 15 ton untuk melumat fasilitas nuklir Iran yang paling terlindungi, yaitu Fordow.
Tapi bom itu, yang dikenal sebagai GBU-57A/B Massive Ordnance Penetrator (MOP), hanya dimiliki oleh Amerika Serikat.
Baca Juga:
Iran Luncurkan Rudal ‘400 Detik ke Tel Aviv’, Dunia Gemetar Hadapi Fattah-1
Fordow sendiri berada di dalam perut bumi, sekitar 300 kaki di bawah permukaan pegunungan dekat kota suci Qom, dua jam dari Teheran.
Lokasi ini dirancang agar tak bisa dihancurkan dari udara, dan sejauh ini belum ada serangan yang mampu menembusnya.
Bom MOP adalah senjata non-nuklir terbesar yang dimiliki AS. Dirancang oleh Boeing, bom ini hanya bisa dijatuhkan oleh B-2 Spirit, pesawat pengebom siluman AS yang tidak dimiliki Israel.
Baca Juga:
Trump makin keras terhadap Iran, sebut Ayatollah Khamenei Sebagai ‘Target Mudah’
“Amerika Serikat yang mengendalikan pesawat pengebom dan bom,” ujar John Spencer dari Modern War Institute di West Point. “Itu akan menjadi pesawat Amerika dan amunisi Amerika.”
Bom penghancur bunker ini dikembangkan dengan dana lebih dari 500 juta dolar AS.
Didesain untuk menembus tanah dan beton sebelum meledak beberapa saat kemudian di bawah permukaan, MOP diyakini mampu merusak Fordow tanpa memicu ledakan nuklir dari uranium yang ada di dalamnya.
Israel memang memiliki teknik sendiri untuk menghancurkan target bawah tanah, seperti menjatuhkan beberapa bom secara berurutan di titik yang sama. Tapi pendekatan ini lebih berisiko dan kurang efektif dibandingkan satu tembakan telak MOP.
“Banyak cara menghancurkan program nuklir Iran, tapi ini cara yang paling efisien,” ujar Spencer.
Meski AS pernah memberikan Israel bom penghancur bunker versi lebih kecil, bom GBU-57A/B belum pernah dijual ke negara mana pun. Washington memilih tetap memegang kendali atas senjata strategis ini demi alasan keamanan dan teknologi.
Menurut Kelsey Davenport dari Arms Control Association, Israel tak akan mampu menghancurkan Fordow tanpa bantuan penuh dari militer AS.
“Israel dapat merusak fasilitas nuklir utama Iran, tetapi tidak dapat menghancurkan situs sekuat Fordow sendiri,” tegasnya.
Fasilitas Fordow mulai dibangun pada awal 2000-an sebagai bagian dari program rahasia Iran, "Amad", dan baru terungkap pada 2009 lewat intelijen Barat. Dalam perjanjian nuklir JCPOA 2015, Iran diminta menghentikan aktivitas pengayaan di sana.
Namun setelah AS keluar dari kesepakatan itu pada 2018, Iran kembali mengaktifkan sentrifugal dan memperkaya uranium hingga 60 persen, mendekati level untuk senjata nuklir.
Fordow kini dijaga ketat oleh sistem pertahanan udara canggih, termasuk rudal S-300 buatan Rusia. Fasilitas ini dikabarkan mampu menghasilkan 166 kilogram uranium 60 persen setiap tiga bulan—cukup untuk memproduksi empat bom nuklir jika diproses lebih lanjut.
Duta Besar Israel untuk AS, Yechiel Leiter, menegaskan bahwa Fordow harus dihancurkan demi mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir.
“Seluruh operasi benar-benar harus diselesaikan dengan penghancuran Fordow,” katanya kepada media.
Meski Israel telah beberapa kali menggempur situs nuklir Iran, Fordow tetap menjadi benteng terakhir yang belum tersentuh. Dan tampaknya, hanya bom GBU-57A/B milik AS yang bisa meruntuhkannya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]