WahanaNews.co | Juru bicara milisi
Taliban, Zabihullah Mujahid, menyatakan, ada perbedaan besar antara Taliban
yang digulingkan AS pada 2001 silam dengan sikap mereka saat ini setelah
kembali berkuasa.
Mereka berjanji akan menghormati hak perempuan Afghanistan menurut
Syariah (hukum Islam).
Baca Juga:
Taliban: Tugas Wanita Itu Melahirkan, Bukan Jadi Menteri
Pernyataan
itu disampaikan Zabihullah Mujahid dalam konferensi pers pertama mereka.
Awak
media merujuk kepada periode pertama 1996-2001.
Saat
itu, wanita dilarang bekerja dan berkontak dengan pria bukan muhrimnya.
Baca Juga:
Taliban Izinkan Perempuan Afghanistan Kuliah, Tapi…
"Jika
pertanyaan ini berdasarkan ideologi dan kepercayaan, maka tidak ada yang
berubah," jelas Mujahid, dilansir AFP, Selasa
(17/8/2021).
"Tetapi, jika
kami merujuk kepada pengalaman, kematangan, dan persepsi, tidak diragukan lagi, banyak
perbedaannya," lanjutnya.
Mujahid
menegaskan, Taliban berhak mengatur Afghanistan berdasarkan prinsip keagamaan
yang mereka anut.
Meski
begitu, dikutip BBC, dia
menuturkan, kelompok pemberontak berjanji akan menghormati hak perempuan
menurut Syariah.
"Mereka
akan bekerja bahu membahu dengan kami. Kepada komunitas internasional, kami
menjamin tidak akan ada diskriminasi," paparnya.
Mujahid
mengatakan, wanita berhak mendapat pendidikan hingga jenjang universitas, yang
sempat dilarang pada periode 1996-2001.
Selain
itu, dia juga menyatakan, perempuan akan tetap bisa bekerja dan menjadi bagian dari
pemerintahan baru mereka.
Mujahid
hanya memaparkan, nantinya perempuan harus mengenakan hijab, tanpa menjabarkan
apakah akan ada pengetatan atau tidak terhadap mereka.
Pernyataan
Mujahid itu diperkuat juru bicara Taliban lainnya, Suhail Shaheen, yang berujar,
sekolah diizinkan tetap mengajar murid putri.
Diwartakan
Daily Mail, di periode pertama
kekuasaannya, pemberontak melarang wanita belajar setelah mereka berusia
delapan tahun.
Mereka
juga dilarang untuk berhubungan dengan pria lain, atau keluar rumah tanpa
mendapatkan pengawalan dari keluarga maupun suaminya.
Karena
itu, jika ada yang ingin belajar, wanita Afghanistan dilaporkan
melakukannya secara sembunyi-sembunyi.
Hukuman
bagi wanita juga digelar secara terbuka, mulai dari dipukul hingga dihukum mati
dengan cara dirajam.
Umumkan Pengampunan
Sebelumnya, Taliban mengumumkan amnesti atau pengampunan bagi semua orang di Afghanistan, dan
meminta warga untuk kembali bekerja seperti biasanya.
Pengumuman ini disampaikan menyusul
adanya kekhawatiran dari orang-orang di Afghanistan setelah Taliban kembali
berkuasa.
Pernyataan amnesti itu disampaikan
oleh anggota komisi budaya Taliban, Enamullah Samangani, pada televisi
pemerintah Afghanistan, sebagaimana dilansir dari Yeni Safak, Selasa (17/8/2021).
Selain mengumumkan amnesti, Samangani
juga meminta para perempuan di Afghanistan untuk bergabung dalam pemerintahan.
Dia menyebut,
kelompoknya tidak ingin perempuan menjadi korban.
"Imarah Islam tidak ingin perempuan menjadi korban. Struktur
pemerintahan belum sepenuhnya diklarifikasi, tetapi sesuai dengan pengalaman
kami, harus ada kepemimpinan Islam yang penuh dan semua pihak harus
berpartisipasi," ujar Samangani.
Pada Minggu (15/8/2021) lalu, Taliban memasuki Ibu Kota Kabul dan menguasai Afghanistan
untuk pertama kali setelah hampir 20 tahun.
Dengan runtuhnya pemerintahan
sebelumnya, fokus telah beralih pada keselamatan warga sipil dan pengungsi
Afghanistan, bersama dengan masa depan negara di bawah Taliban.
Taliban adalah sebuah gerakan para
pelajar Islam (Al Harakah Al Islamiyah
Lit Thalabah Madaris Ad Diiniyyah) yang sedang belajar di Pakistan.
Kata Taliban diambil dari bahasa
Afghanistan, yang berarti "pelajar", sepadan
dalam bahasa Arab.
Gerakan Taliban didirikan pada Juli
1994 di wilayah Kandahar, Selatan Afghanistan.
Pada Oktober 1994, secara resmi diproklamirkan.
Pada 1995 mereka menguasai beberapa
kota penting, termasuk Kabul.
Pada 1996, Taliban resmi berkuasa di
Afghanistan setelah penguasa sebelumnya melarikan diri ke wilayah Utara, yang
hingga kini masih dikuasai kelompok oposisi pro-Barat.
Kemunculan Taliban, sebagaimana
dituturkan pemimpin tertingginya pada saat itu, Mullah Muhammed Omar, dilatarbelakangi banyak faktor internal dan eksternal.
Faktor internal, disebabkan adanya perang saudara, konflik, dan
pembunuhan antara penganut Syiah dan Sunni, demoralisasi, praktik KKN.
Faktor eksternal, antara lain pengaruh dan tekanan Pakistan yang ingin mengganti
penguasa sebelumnya, Burhanuddin Rabbani, dengan pemimpin oposisi terbesar,
Hekmatyar dan Ahmad Syah Masood, serta dukungan Amerika Serikat terhadap
gerakan Taliban. [qnt]