WAHANANEWS.CO, Jakarta - Elias Rodriguez (31), tersangka penembakan yang menewaskan dua staf Kedutaan Besar Israel di Washington DC, Amerika Serikat, mengaku bahwa aksinya dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap rakyat Palestina. Ia kini menghadapi ancaman hukuman mati.
Rodriguez, pria asal Chicago, didakwa atas dua tuduhan pembunuhan tingkat pertama setelah menembaki sekelompok orang yang baru saja keluar dari acara yang diselenggarakan Komite Yahudi Amerika, organisasi yang dikenal mendukung Israel dan menentang antisemitisme.
Baca Juga:
Influencer Meksiko Valeria Marquez Tewas Ditembak saat Live TikTok
"Saya melakukannya untuk Palestina, saya melakukannya untuk Gaza," ujar Rodriguez kepada polisi di lokasi kejadian, sebagaimana tercantum dalam dokumen dakwaan yang dikutip Reuters pada Jumat (23/5/2025).
Menurut sejumlah saksi, Rodriguez juga berteriak "Bebaskan Palestina!" saat ditangkap.
Dua korban, Yaron Lischinsky (30) dan Sarah Lynn Milgrim (26), adalah pasangan muda yang dikenal aktif dalam upaya membangun perdamaian antara komunitas Arab dan Yahudi.
Baca Juga:
Pernyataan Kompolnas Soal Kapolres Tembak Pemuda Tawuran di Belawan Dikritik Hinca Pandjaitan
Mereka disebut berkomitmen untuk “mengakhiri pertumpahan darah di Timur Tengah”.
Setelah kejadian, Kedutaan Israel di seluruh dunia langsung memperketat sistem keamanannya.
Rodriguez didakwa tidak hanya atas pembunuhan tingkat pertama, namun juga atas pembunuhan terhadap pejabat asing, penggunaan senjata api yang menyebabkan kematian, dan penggunaan senjata dalam kejahatan kekerasan.
Jaksa Sementara AS, Jeanine Pirro, yang baru saja ditunjuk Presiden Donald Trump, menyatakan bahwa dakwaan terhadap Rodriguez "memenuhi syarat untuk hukuman mati". Ia menambahkan, "Kami akan terus menyelidiki ini sebagai kejahatan kebencian dan kejahatan terorisme."
Sementara itu, Jaksa Agung AS Pam Bondi menegaskan bahwa Rodriguez diyakini bertindak sendirian.
Saat tampil pertama kali di pengadilan, Rodriguez hanya menjawab singkat pertanyaan hakim: "Saya mengerti", dan menyerahkan haknya untuk menjalani sidang penahanan.
Sidang lanjutan dijadwalkan pada 18 Juni.
FBI masih menyelidiki tulisan dan afiliasi politik Rodriguez. Wakil Direktur FBI Dan Bongino menyebut ada “tulisan-tulisan tertentu” yang diduga berasal dari Rodriguez dan tengah diverifikasi keasliannya.
Salah satu unggahan di platform X, berjudul “Eskalasi untuk Gaza, Bawa Perang Pulang”, berisi manifesto yang mengecam tindakan Israel di Gaza.
"Kekejaman yang dilakukan oleh orang Israel terhadap Palestina tidak dapat dijelaskan dan tidak dapat diukur," bunyinya.
Rodriguez sebelumnya pernah bergabung sebentar dengan Partai Sosialisme dan Pembebasan (PSL) Chicago dan juga teridentifikasi sebagai mantan anggota kelompok ANSWER, yang dikenal kerap menggelar unjuk rasa pro-Palestina.
Kedua kelompok ini telah menyangkal keterlibatan mereka.
Sebelum kejadian, Rodriguez bekerja di organisasi nirlaba layanan kesehatan dan juga sebagai peneliti sejarah lisan. Ia meraih gelar sarjana Bahasa Inggris dari University of Illinois Chicago pada 2018.
Surat pernyataan FBI mengungkap bahwa Rodriguez terlihat mondar-mandir di luar museum hanya dua kilometer dari Gedung Putih sebelum akhirnya melepaskan tembakan beruntun ke arah kedua korban, lalu kembali menembak saat salah satu korban mencoba melarikan diri.
Ia sempat mengisi ulang peluru dan melanjutkan aksinya sebelum membuang senjata dan menyerahkan diri di dalam museum.
FBI menemukan pistol 9mm, 21 selongsong peluru, dan magasin senjata api di lokasi.
Presiden AS Donald Trump mengecam keras penembakan tersebut.
“Pembunuhan mengerikan di DC ini, yang jelas-jelas dilandasi antisemitisme, harus dihentikan SEKARANG!” tegasnya di Truth Social.
“Kebencian dan radikalisme tidak punya tempat di Amerika.”
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu turut bersuara: “Kami menyaksikan harga sangat mahal dari antisemitisme dan hasutan liar terhadap Israel,” ujarnya di platform X.
Kasus penembakan ini berpotensi memanaskan kembali perdebatan di Amerika Serikat mengenai perang di Gaza, yang telah memicu benturan keras antara kelompok pro-Israel dan pro-Palestina.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]