WahanaNews.co | Asosiasi Negara Asia Tenggara (ASEAN) menunjukkan tajinya dengan memutuskan tak mengundang junta militer Myanmar ke KTT ASEAN ke-38 dan ke-39 yang digelar Selasa (26/10/2021).
Langkah yang langka itu diputuskan ketua ASEAN saat ini, Brunei, setelah sebagian besar anggota termasuk Indonesia menentang kehadiran pemimpin junta Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing.
Baca Juga:
Strategi Kolaborasi Ekonomi Indonesia-Australia Kembali Diperkuat untuk Lanjutkan Berbagai Komitmen Kerja Sama
Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Singapura menganggap Aung Hlaing tak layak diundang karena tidak menunjukkan komitmen menjalankan lima poin konsensus yang disepakati dalam KTT darurat di Jakarta pada April lalu.
Myanmar pun mengecam keputusan ASEAN yang tak mengundang pemimpinnya hadir ke KTT. Kementerian Luar Negeri Myanmar menyatakan bahwa tindakan asosiasi negara Asia Tenggara itu sama saja dengan menyangkal hak mereka yang seharusnya setara dengan negara lainnya.
KTT tersebut menjadi yang pertama bagi ASEAN berlangsung tanpa anggota lengkap.
Baca Juga:
Dukung World Water Forum 2024, PLN Bakal Siapkan 52 Charging Station
Langkah tegas itu pun memantik perdebatan di antara banyak pihak soal apakah ASEAN telah berubah dan mulai "sadar" untuk tak melulu menjadikan prinsip non-intervensi sebagai "tameng" untuk diam, terutama dalam menangani isu-isu krusial di antara anggotanya, termasuk Myanmar.
Namun, sejumlah analis menganggap manuver ASEAN itu tak lebih dari sekedar gimik demi "menyelamatkan wajah asosiasi tersebut.
Sebab, ASEAN telah lama dikritik karena kerap tak bisa melangkah jauh dan tegas untuk menangani isu krusial di antara para anggotanya, terutama soal Myanmar mulai dari masalah etnis Rohingya hingga kudeta.