WAHANANEWS.CO, Jakarta - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pihaknya siap untuk mengakhiri perang antara negaranya dan Rusia yang sudah berjalan dalam 3 tahun terakhir.
Hal ini terjadi setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan tekanan besar kepadanya untuk segera fokus pada gencatan senjata.
Baca Juga:
Lavrov: Trump Ingin Akhiri Perang Ukraina, tapi Eropa Malah Perpanjang Konflik
Dalam sebuah pernyataan, Rabu (5/3/2025), Zelensky menyebut siap melakukan gencatan senjata jika Rusia juga berhenti menyerang Ukraina.
Melansir CNBC Indonesia, dalam pernyataan ini, Zelensky tidak merinci permintaan agar Moskow mundur dari posisinya sekarang, sesuatu yang sering diucapkannya sebelumnya.
"Kami siap bekerja cepat untuk mengakhiri perang, dan tahap pertama dapat berupa pembebasan tahanan dan gencatan senjata di udara, larangan rudal, pesawat tanpa awak jarak jauh, bom pada energi dan infrastruktur sipil lainnya, dan gencatan senjata di laut segera, jika Rusia akan melakukan hal yang sama," kata Zelensky dikutip CNN International.
Baca Juga:
Pukul Mundur Ukraina, Rusia Kuasai Kembali Empat Wilayah Kursk
"Kemudian kami ingin bergerak sangat cepat melalui semua tahap berikutnya dan bekerja dengan AS untuk menyetujui kesepakatan akhir yang kuat."
Zelensky pun juga mengatakan bahwa Ukraina siap menandatangani kesepakatan mineral, yang seharusnya ditandatangani pada hari Jumat lalu namun batal karena perdebatannya dengan Trump, yang berakhir dirinya diminta meninggalkan Gedung Putih.
"Mengenai perjanjian mineral dan keamanan, Ukraina siap menandatanganinya kapan saja dan dalam format apa pun yang sesuai. Kami melihat perjanjian ini sebagai langkah menuju keamanan yang lebih baik dan jaminan keamanan yang solid, dan saya benar-benar berharap ini akan berjalan secara efektif," tandasnya.
Kerangka kerja tersebut serupa dengan rencana yang diusulkan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron setelah pertemuan puncak para pemimpin Barat pada hari Minggu, yang berlangsung di London di tengah kecemasan di benua itu tentang masa depan Ukraina.
"Kami benar-benar menghargai seberapa banyak yang telah dilakukan Amerika untuk membantu Ukraina mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaannya. Dan kami ingat momen ketika keadaan berubah ketika Presiden Trump memberi Ukraina Lembing. Kami berterima kasih untuk ini," imbuh Zelensky.
Masih harus dilihat bagaimana Trump akan menanggapi usulan pemimpin Ukraina atau refleksinya tentang kunjungan Gedung Putih. Namun, pernyataan yang panjang itu menunjukkan upaya Kyiv untuk memaksakan suaranya dalam diskusi tentang masa depan konflik, setelah pemerintahan Trump membuka pembicaraan dengan Rusia bulan lalu dan menolak mengundang Ukraina.
Trump pada hari Senin memerintahkan penghentian sementara pengiriman bantuan militer AS ke Ukraina, yang dapat berdampak buruk pada kemampuan berperang negara itu. Penghentian bantuan, yang terjadi setelah Trump mengadakan serangkaian pertemuan dengan pejabat tinggi keamanan nasional.
Perang berhenti, logistik habis
Rusia melancarkan serangan skala besar terhadap Ukraina Timur atau Donbass pada 24 Februari 2024. Moskow berupaya merebut wilayah itu dengan alasan diskriminasi rezim Kyiv terhadap wilayah itu, yang mayoritas dihuni etnis Rusia, serta niatan Ukraina untuk bergabung bersama aliansi pertahanan Barat, NATO.
Langkah ini pun akhirnya menyeret sejumlah negara Barat dalam konflik, termasuk AS, Inggris, dan sejumlah sekutunya di Eropa. Mereka memberikan bantuan besar kepada Kyiv untuk melawan pasukan Rusia, dan di sisi lain, menjatuhkan ribuan sanksi ekonomi kepada Moskow agar tak memiliki anggaran untuk perang
Selama 3 tahun terakhir, Zelensky memimpin Ukraina dalam situasi perang besar melawan Rusia dengan bantuan senjata dari Barat. Dalam perang ini, Kiel Institute menyebut sekutu Barat telah memberikan bantuan senilai 366,36 euro, atau Rp 6.400 triliun.
AS adalah donor militer terbesar bagi Ukraina, yang telah memberikan atau mengalokasikan lebih dari 64 miliar euro (Rp 1.117 triliun) sejak Januari 2022 dalam bentuk senjata, amunisi, dan bantuan militer lainnya. Dari jumlah tersebut, hanya kurang dari 14 miliar euro (Rp 244 triliun) yang diperuntukkan bagi senjata berat
Pasca perdebatan Trump dan Zelensky pekan lalu, Washington menghentikan seluruh bantuan ke Ukraina. Hal ini kemudian menimbulkan kepanikan di Ukraina dan sejumlah sekutu AS di Eropa. Zelensky bahkan meminta pejabat Ukraina untuk menghubungi mitranya di AS untuk memperoleh informasi resmi mengenai pembekuan bantuan.
"Saya telah menginstruksikan menteri pertahanan, kepala intelijen, dan diplomat kami untuk menghubungi mitra mereka di AS dan memperoleh informasi resmi," kata Zelensky kepada warga Ukraina dalam pidato malamnya.
Moskow, di sisi lain, memuji keputusan Trump. Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebutnya sebagai "solusi yang benar-benar dapat mendorong rezim Kyiv menuju proses perdamaian".
Sementara itu, negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa (UE) bersiap untuk memperkuat pertahanannya sendiri dengan mengucurkan dana sebesar 800 miliar euro (Rp 13.800 triliun). Secara rinci, pada pertemuan tinggi Eropa di Brussels, Selasa (4/3/2025), nantinya Komisi Eropa mengusulkan pinjaman gabungan UE baru sebesar 150 miliar euro (Rp 2.593 triliun) sebagai bagian dari pendanaan itu.
Peminjaman bersama tersebut akan digunakan untuk membangun domain kemampuan pan-Eropa seperti pertahanan udara dan rudal, sistem artileri, rudal dan amunisi, drone dan sistem siber.
"Ini akan membantu Negara Anggota untuk menyatukan permintaan dan membeli bersama. Ini akan mengurangi biaya, mengurangi fragmentasi, meningkatkan interoperabilitas, dan memperkuat basis industri pertahanan kita," kata Presiden Komisi Ursula von der Leyen.
Von der Leyen tidak memberikan kerangka waktu yang terperinci. Namun ia mengatakan pengeluaran perlu ditingkatkan "segera sekarang tetapi juga dalam jangka waktu yang lebih lama dalam dekade ini."
"Jika Negara Anggota meningkatkan pembelanjaan pertahanan mereka sebesar 1,5% dari PDB secara rata-rata, ini dapat menciptakan ruang fiskal mendekati 650 miliar euro," tambah von der Leyen.
Selain itu, Komisi mengusulkan agar uang yang diterima negara-negara dari apa yang disebut dana kohesi UE yang dirancang untuk menyamakan standar hidup di seluruh Eropa, juga dapat digunakan untuk tujuan pertahanan. Dana ini disebut telah mencapai 800 miliar euro.
"Eropa siap memikul tanggung jawabnya. Eropa dapat memobilisasi hampir 800 miliar euro untuk Eropa yang aman dan tangguh. Kami akan terus bekerja sama erat dengan mitra kami di NATO. Ini adalah momen bagi Eropa. Dan kami siap untuk melangkah maju," tuturnya lagi.
[Redaktur: Alpredo Gultom]