WahanaNews.co | Kementerian Kesehatan melaporkan dugaan kasus hepatitis akut di Indonesia berjumlah 14 orang per 17 Mei 2022.
Kendati demikian, Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menjelaskan belum ada kasus konfirmasi positif hepatitis akut di dunia, termasuk di Indonesia.
Baca Juga:
Indonesia Peringkat 1 Pengidap Penyakit Hepatitis B di Asia Tenggara
"Saat ini belum ada yang disebut dengan konfirmasi positif oleh WHO, karena sedang dalam penelitian," kata Syahril lewat keterangan tertulis yang dikutip pada Kamis, 19 Mei 2022.
Ia menyebut, definisi kasus hepatitis tidak jauh berbeda dengan kasus Covid-19, yang menggunakan istilah suspek, orang tanpa gejala, sampai konfirmasi kasus.
Syahril merinci, definisi kasus pertama adalah confirmed. Kedua, probable hepatitis akut (virus non-hepatitis A-E), yakni pada saat pemeriksaan laboratorium tidak ada hepatitis A sampai E.
Baca Juga:
WHO Laporkan 920 Kasus Hepatitis Akut di Dunia, Bagaimana di Indonesia?
Kemudian ditemukan serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) atau serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) di atas 500 IU/L (internasional unit per liter) dan berusia di bawah 16 tahun.
"Untuk kasus ini, pasien tidak terdeteksi hepatitis, maka dia salah satu dugaan hepatitis yang belum diketahui penyebabnya, namun hasil laboratorium SGOT atau SGPT di atas 500 IU/L," tutur pejabat Kemenkes tersebut.
Ketiga, epi-linked, yaitu hepatitis akut (virus non hepatitis A-E), terjadi di segala usia, dan kontak erat dengan kasus probable. Keempat, pending classification, artinya sedang menunggu hasil pemeriksaan laboratorium untuk hepatitis A sampai E, tetapi pasien ini sudah tinggi SGOT maupun SGPT nya yakni di atas 500 IU/L, dengan usia di bawah 16 tahun.
Untuk kasus yang tidak tergolong ke dalam semua definisi kasus tersebut, lanjut Syahril, didefinisikan sebagai discarded.
"Discarded itu tambah dari kita yaitu hepatitis akut (virus hepatitis A - E) yang terdeteksi, atau etiologi lain yang terdeteksi," tuturnya merespon hepatitis akut. [qnt]