WAHANANEWS.CO, Jakarta - Masker yang dulu menjadi simbol perlindungan di masa pandemi ternyata menyimpan sisi gelap yang mengancam bumi, dengan penelitian terbaru mengungkap bahwa masker N95 dan respirator lain justru lebih merusak lingkungan dibanding masker bedah.
Sebuah penelitian yang dirilis dalam jurnal Environment Pollution menunjukkan pandemi COVID-19 memicu lonjakan luar biasa penggunaan masker sekali pakai yang jumlahnya mencapai miliaran dan banyak berakhir di alam tanpa pengelolaan limbah memadai.
Baca Juga:
Peduli Kesehatan Penumpang, PMI Tarakan Bagikan Masker
Penggunaan masker sekali pakai diperkirakan meningkat hampir 9.000 persen hanya dalam kurun Maret 2020 hingga Oktober 2020, sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat kebutuhan mencapai 89 juta masker medis per hari ditambah 129 miliar masker sekali pakai setiap bulan di seluruh dunia.
Masker tersebut umumnya dibuat dari polipropilena, meski ada juga yang berbahan polietilen, poliamida atau nilon, polistiren, poliester atau polietilen tereftalat, polikarbonat, polifenilen oksida, hingga klorotrifluoroetilen.
Para peneliti yang dikutip Down to Earth pada Rabu (10/9/2025) menegaskan bahwa masker sekali pakai tidak dapat didaur ulang dengan metode konvensional, sehingga banyak dibuang sembarangan ke jalan, trotoar, jalur pejalan kaki, area parkir, selokan, saluran air, taman, pantai, hingga wilayah pedesaan.
Baca Juga:
Kasus Pneumonia Terdeteksi di Jakarta, Kemenkes Imbau Masyarakat Pakai Masker
Penelitian lain memperkirakan 3,4 miliar masker sekali pakai dibuang setiap hari di seluruh dunia pada puncak pandemi, menghasilkan sekitar 4,3 juta ton limbah plastik terkontaminasi yang tak bisa didaur ulang antara September 2019 hingga Oktober 2020 di 11 negara maju, termasuk Jerman, Prancis, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat.
Eksperimen dengan merendam masker dalam air mengungkap bahwa masker Pelindung Wajah Berfilter (FFP) melepaskan 3–4 kali lebih banyak partikel mikroplastik dibanding masker medis biasa maupun masker sekali pakai lainnya.
“Pelepasan mikroplastik ke dalam air dari semua masker sekali pakai yang diuji tanpa adanya tekanan mekanis menunjukkan adanya potensi kontaminasi mikroplastik yang berasal dari proses produksi masker sekali pakai,” tulis studi tersebut.
Selain polipropilena, ditemukan pula polimer lain dalam jumlah kecil seperti polietilena, polikarbonat, poliester, nilon, polivinilklorida, serta kopolimer etilena-propilena, yang diketahui dapat memicu gangguan serius pada manusia maupun lingkungan, termasuk cacat lahir, kanker, kerusakan saraf, gangguan imun, hingga menurunkan fungsi ginjal.
Peneliti menekankan urgensi rekomendasi berbasis sains terkait dampak kesehatan dan lingkungan dari mikroplastik dan bahan kimia tambahan yang terkandung dalam masker sekali pakai.
Studi itu juga menyoroti kesenjangan besar dalam regulasi dan tata kelola plastik, sehingga dibutuhkan kebijakan terpadu yang melibatkan peneliti, produsen alat pelindung diri, pengelola limbah, pemerintah, pembuat kebijakan, hingga masyarakat agar bencana limbah masker tidak terus berlanjut.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]