Bahkan Indonesia seharusnya bisa menjadi pemain utama dalam wisata medis, menjadi tempat yang nyaman bagi warga dunia berobat.
Menurut Bamsoet, sebagai tahap awal, pemerintah bisa mengkaji agar pajak terhadap alat kesehatan tidak masuk dalam kategori pajak barang mewah.
Baca Juga:
Pemerintah Anggarkan Rp 99,5 Triliun untuk THR dan Gaji ke-13 ASN Tahun 2024
Khususnya terhadap alat kesehatan yang belum bisa diproduksi di dalam negeri. Sehingga bisa meringankan beban operasional rumah sakit yang pada akhirnya meringankan rakyat jika ingin berobat.
"Begitupun terhadap pajak bahan baku obat, dan beban pembiayaan lainnya yang membuat biaya pengobatan menjadi mahal. Sebagai gambaran, di Malaysia saja, pajak untuk beberapa alat kesehatan sudah hampir nol persen, sehingga biaya berobat di sana jauh lebih murah dibanding Indonesia," ujar Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan Kadin Indonesia ini menerangkan, terhadap alat kesehatan yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri, pemerintah harus memberikan dukungan.
Baca Juga:
Pengelolaan Keuangan Pemkab Tapteng, Ada Potensi Merugikan Keuangan Negara
Salah satunya dengan memprioritaskan belanja APBN sektor kesehatan dengan membeli Alkes produksi dalam negeri. Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan, setidaknya sudah ada 358 jenis Alkes yang diproduksi di dalam negeri, dan 79 jenis Alkes yang menjadi substitusi/pengganti produk impor.
Laporan Gabungan Alat Kesehatan Indonesia (Gakeslab) yang merujuk data Kementerian Keuangan mencatat bahwa dalam APBN 2019, pengadaan alat kesehatan di rumah sakit pemerintah mencapai Rp 9 Triliun.
Pada tahun 2020 meningkat menjadi Rp 18 Triliun karena adanya pandemi Covid-19. Jika digabungkan dengan anggaran APBD, BUMN, dan swasta, total belanja alat kesehatan di Indonesia berkisar Rp 50 triliun per tahun.