Oleh ADINDA PRYANKA dan Rr LAENY
SULISTYAWATI
Baca Juga:
Mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginan Angin Dinyatakan Bebas
BELAKANGAN, beredar isu
pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes) yang terlibat dalam penanganan
pandemi Covid-19, menyusul terbitnya surat yang
disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani ke Menteri Kesehatan Budi Gunawan
Sadikin bernomor S65/MK.02/2021 terkait Permohonan Perpanjangan Pembayaran
Insentif Bulanan dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan dan Peserta PPDS (Program
Pendidikan Dokter Spesialis) yang Menangani Covid-19.
Dalam surat tersebut, terlihat bahwa
pemotongan terbesar terjadi pada insentif dokter spesialis.
Baca Juga:
Renja Optimalisasi Peran DPRD Kota Depok
Pada tahun lalu, besaran insentifnya
mencapai Rp 15 juta per bulan yang dipangkas setengahnya menjadi Rp 7,5 juta
per bulan pada tahun ini.
Sementara itu, insentif untuk peserta
program pendidikan dokter spesialis juga turun dari Rp 12,5 juta per bulan
menjadi Rp 6,25 juta per bulan.
Dokter umum dan gigi mendapatkan
insentif Rp 5 juta per bulan, dari sebelumnya Rp 10 juta per bulan.
Insentif untuk bidan dan perawat juga
turun dari Rp 7,5 juta per bulan menjadi Rp 3,75 juta per bulan.
Tenaga kesehatan lainnya yang ikut
menangani Covid-19 mendapat insentif Rp 2,5 juta, turun dari nilai pada tahun
lalu, sebesar Rp 5 juta per bulan.
Terakhir, untuk santunan kematian bagi
tenaga medis yang meninggal karena terinfeksi Covid-19 diberikan dengan nilai
yang sama, yaitu Rp 300 juta.
"Satuan biaya tersebut merupakan
batas tertinggi yang tidak dapat dilampaui," tulis surat itu, seperti
dikutip pada Rabu (3/2/2021).
Rencana pemerintah memangkas insentif
bagi tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanganan Covid-19 kemudian menuai
kritik dari Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan, yang meliputi Indonesia
Corruption Watch (ICW), LaporCovid19,
Lokataru Foundation dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
(YLBHI).
"Kami mendesak agar pemerintah
membatalkan kebijakan terkait pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan dan
segera merealisasikan pemberian insentif dan santunan kematian kepada tenaga
kesehatan," kata perwakilan koalisi, Wana Alamsyah.
Wana mengemukakan adanya penurunan
alokasi dana untuk penanganan Covid-19 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) 2021.
Menurut dia, pemerintah pada 2020
mengalokasikan anggaran kesehatan khusus untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 87,55
triliun, namun menurunkannya menjadi Rp 60,5 triliun pada 2021.
"Pemotongan insentif bagi tenaga
kesehatan ini diduga disebabkan adanya penurunan alokasi anggaran untuk
Covid-19," katanya.
Wana juga mengatakan bahwa sampai
sekarang masih banyak tenaga kesehatan yang belum menerima insentif atau
santunan dari pemerintah.
"Masih banyaknya tenaga kesehatan
yang belum mendapatkan insentif dan santunan kematian salah satu penyebabnya
karena belum tata kelola data yang dimiliki oleh pemerintah buruk," kata
Wana.
Berdasarkan data LaporCovid-19 per 26 Januari 2020, ada 75,6 persen atau sekitar 120
orang dari 160 tenaga kesehatan yang belum mendapatkan insentif yang dijanjikan
pemerintah.
Menurut data tersebut, 24 persen lain
tenaga kesehatan menerima insentif namun nilainya tidak sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan No. 447/2020.
"Pemerintah harus segera
memperbaiki data terkait dengan penyaluran insentif dan santunan kematian bagi
tenaga kesehatan. Kami minta BPK, KPK segera melakukan evaluasi menyeluruh
terhadap anggaran penanganan Covid-19," kata Wana.
Pemerintah melalui Kementerian
Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada hari ini
memastikan, tidak akan memangkas insentif tenaga kesehatan pada tahun ini.
Besaran bantuan yang diberikan masih
sama dengan tahun lalu.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu
Askolani menjelaskan, dengan berlakunya Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2021,
besaran insentif untuk tenaga kesehatan dan santunan kematian untuk tenaga
kesehatan perlu ditetapkan kembali sesuai dengan mekanisme keuangan negara.
Tapi, sampai saat ini, pemerintah
belum menetapkan perubahannya.
"Kami yakinkan, saat ini belum
ada perubahan kebijakan insentif tenaga kesehatan. Dengan demikian, insentif
tetap sama diberlakukan pada 2021 ini, sama dengan yang diberikan pada
2020," tuturnya dalam konferensi pers secara virtual pada Kamis (4/2/2021).
Askolani menambahkan, pemberian
insentif ini merupakan bentuk apresiasi pemerintah kepada tenaga kesehatan
sebagai baris terdepan dalam penanganan Covid-19.
Ia juga menekankan, dukungan kepada
tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 maupun tenaga kesehatan yang membantu
pelaksanaan vaksinasi akan menjadi prioritas pemerintah pada tahun ini.
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas)
Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, bahwa pemerintah masih membahas
rencana pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan, belum membuat keputusan
final mengenai hal itu.
"Terkait dengan pengurangan
insentif bagi nakes, hal ini masih dibahas oleh Menteri Kesehatan dan Menteri
Keuangan," kata Wiku saat menyampaikan keterangan pers di Kantor Presiden
Jakarta, Kamis (4/2/2021).
"Pada prinsipnya pemerintah
memahami aspirasi dari para tenaga kesehatan yang telah berjuang memberikan
pelayanan terbaik bagi pasien Covid-19 dan keputusan yang nantinya akan diambil
tentunya adalah yang terbaik dengan mempertimbangkan aspirasi tenaga kesehatan
dan juga anggaran yang tersedia," katanya.
Wiku pun mengingatkan manajemen
fasilitas kesehatan (faskes) untuk melengkapi seluruh syarat administrasi
pencairan insentif bagi nakes.
Imbauan ini merespons lambatnya
realisasi penyaluran insentif bagi tenaga kesehatan sebagai ujung tombak
penanganan Covid-19 di lapangan.
"Kemkes berkoordinasi dengan
pemda untuk memastikan insentif bagi nakes dapat disalurkan dengan baik dan
tepat waktu. Kami minta fasyankes segera memenuhi persyaratan administrasi yang
dibutuhkan sehingga dana insentif ini dapat diterima oleh tenaga
kesehatan," ujar Wiku.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
menyebutkan, penyaluran insentif bagi tenaga kesehatan masih terhambat di
tingkat daerah.
Realisasi penyaluran dari pemerintah
daerah (pemda) ke tenaga kesehatan masih di level 72 persen.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
Kemenkeu Astera Primanto Bhakti mencatat, pemerintah pusat sudah menyalurkan
hampir 100 persen insentif tenaga kesehatan ke kas daerah.
Nilainya mencapai Rp 4,17 triliun.
Tetapi, realisasi yang dilakukan pemerintah daerah ke tenaga kesehatan baru
mencapai Rp 3 triliun.
"Sisanya itu masih ada di
anggaran kas daerah," kata Astera dalam konferensi pers secara virtual
pada Kamis (4/2/2021).
Astera menyebutkan, pihaknya bersama
dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mengingatkan kembali kepada
pemda untuk segera menuntaskan penyaluran insentif.
"Teguran" ini
disampaikan melalui surat dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan
Kemendagri yang keluar pada hari yang sama, Kamis (4/2/2021).
Melalui surat tersebut, Astera
menambahkan, pemerintah pusat meminta agar sisa dana di kas daerah dapat segera
dialokasikan kembali ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
tahun anggaran 2021.
"Sehingga, pelaksanaan
pembayarannya bisa sesuai yang diharapkan," tuturnya.
Sekjen Kemenkes Oscar Primadi
menyatakan, pihaknya sedang me-review kebijakan
insentif untuk nakes.
Ia memastikan semua proses ini
berlanjut. Oleh karena itu, Kemenkes bersama dengan Kementerian Keuangan
(Kemenkeu) bersama untuk merumuskan ini semua.
"Saya yakin tidak lama lagi kami
akan menyelesaikan semua kewajiban pemerintah yang berkenaan dengan apa yang
harus diberikan pemerintah untuk tenaga kesehatan Indonesia," ujarnya. (Adinda Pryanka dan Rr Laeny Sulistyawati, Antara)-qnt