WahanaNews.co | Jumlah perokok anak di Indonesia terus
melesat. Dari 7,2% pada 2013, menjadi 9,1% pada 2018 (Riskesdas, 2018). Sedangkan
konsumsi rokok secara umum, tak pernah berkurang, yakni sebesar 33,8%. Angka
tersebut didominasi perokok laki-laki dewasa sebesar 62,9%.
Baca Juga:
Pengendalian Rokok Diperketat, WHO Soroti Komitmen Indonesia Jaga Kesehatan Publik
Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI)
menganggap perokok anak meningkat karena didasari harga rokok yang masih
terjangkau bagi anak dan remaja. Hal inilah menjadi kekhawatiran dan perlunya
melakukan intervensi pada keputusan kenaikan cukai rokok.
Dalam hal ini, pemerintah diharapkan dapat membuat harga
rokok menjadi semakin tidak terjangkau. Namun hingga saat ini, belum diketahui
berapa besaran kenaikan cukai rokok yang akan ditetapkan untuk 2021, apakah
akan di bawah 13% atau di atas 15%, atau bahkan tidak naik sama sekali.
Salah satu perwakilan dari Center for Indonesia"s Strategic
Development Initiatives (CISDI), Iman Mahaputra Zein, mengatakan bahwa berbagai
upaya telah dilakukan untuk mendukung pemerintah dalam menaikkan harga rokok.
Baca Juga:
Truk Berpelat Dinas TNI AL Angkut Rokok Ilegal Ditangkap Petugas Bea Cukai Batam
Salah satu upaya itu sejak bulan Agustus hingga Oktober
2020, CISDI bersama beberapa jaringan pengendalian tembakau lainnya telah
mengumpulkan dukungan publik termasuk anak muda dalam mendorong kenaikan harga
rokok melalui situs www.pulihkembali.org, dengan hasil sebesar 1500 dukungan.
"Kami juga telah menyerahkan dukungan tersebut ke Ibu Sri Mulyani.
Kami berharap hal itu dapat dijadikan pertimbangan dalam menaikkan cukai hasil
tembakau 2021," ujar Iman, Rabu (18/11/2020).
Kepala Badan Khusus Tobacco Control ISMKMI, Daniel, juga
mengaku prihatin melihat fenomena merokok di kalangan anak muda. Dalam
mendukung pemerintah menaikkan cukai hasil tembakau, pihaknya berinisiatif
untuk melaksanakan evaluasi kenaikan cukai di daerah, dari Aceh sampai Papua.
"Survei tersebut bertujuan untuk menilai efektivitas
kenaikan cukai hasil tembakau selama ini, dan ini tentu perlu menjadi perhatian
oleh semua pihak, agar dapat mengontrol fenomena merokok di kalangan anak muda
yang sudah meresahkan," jelasnya.
Kendati begitu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IM
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Sulthan Raihan
Fatahillah, tak memungkiri isu kenaikan cukai selalu dibenturkan dengan isu
kesejahteraan petani tembakau.
"Pada dasarnya petani tembakau tidak sepenuhnya sejahtera,
karena komoditi tembakau bukan yang paling menguntungkan bagi petani, karena
biaya produksi yang sangat tinggi dan faktor cuaca tak menentu yang rentan
membuat mereka rugi," bebernya.
Selain itu, banyak petani juga mengeluhkan tata niaga
tembakau yang sering merugikan petani sebagai pengambil harga, serta serapan
tembakau petani mitra di perusahaan sangat sedikit dan tidak menentu, sehingga
petani memiliki posisi tawar yang lemah karena khawatir tembakau tidak laku.
"Kami menanti
keberpihakan pemerintah untuk memahalkan harga rokok. Kami menagih janji Bapak
Jokowi dan Ibu Sri Mulyani untuk segera menaikkan cukai hasil tembakau agar
rokok tidak lagi terjangkau oleh generasi muda," tutur dia. [qnt]