WahanaNews.co | Saat kita sedang sakit dan menjalani perawatan penyembuhan, biasanya dokter akan menganjurkan antibiotik sebagai salah satu obat yang harus dikonsumsi.
Dokter pun akan mewajibkan kita untuk menghabiskan antibiotik tersebut.
Baca Juga:
Ancam Kesehatan, BPOM Amankan Obat Ilegal Bernilai Rp 8,1 Miliar di Jawa Barat
Namun, pernahkan bertanya - tanya, padahal tubuh sudah merasa sehat dan tak sakit lagi, namun antibiotik harus tetap dihabiskan.
Mengapa demikian? Sebenarnya, hal ini bukan hanya "anjuran" dokter semata atau memang agar dokter bisa menjual antibiotik tersebut dengan jumlah banyak, namun ada penjelasan lebih lanjut dibaliknya. Simak penjelasannya berikut.
Antibiotik adalah obat untuk membantu menghentikan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Obat ini bekerja dengan cara melawan bakteri sekaligus mencegah bakteri berkembang biak di dalam tubuh.
Baca Juga:
BPOM Tingkatkan Asistensi untuk Percepat Penyediaan Obat Berkualitas
Berdasarkan pedoman Organiasi Kesehatan Dunia atau WHO, menyebutkan antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri. Mereka bekerja dengan membunuh bakteri atau mencegahnya menyebar.
Melansir Mayo Clinic, setiap obat antibiotik dari dokter perlu dihabiskan agar pengobatan tuntas. Alasan di balik kenapa antibiotik harus dihabiskan adalah terkait dengan efektivitas obat. Apabila pengobatan antibiotik mandek atau berhenti di tengah jalan, infeksi bakteri yang belum tuntas sewaktu-waktu dapat kambuh atau tak tuntas sepenuhnya.
Selain itu, Melansir dari NHS, menghentikan konsumsi antibiotik sebelum sesi pengobatan selesai bisa meningkatkan risiko bakteri kebal terhadap pengobatan di masa mendatang.
Akibatnya, bakteri bisa terus hidup dan berkembang biak di dalam tubuh dengan membawa kekebalan dari obat antibiotik. Kondisi ini dikenal dengan resistensi antibiotik.
Saran medis yang diberikan saat ini mengharuskan mengonsumsi antibiotik hingga habis seperti yang sudah diresepkan dan direkomendasikan oleh tenaga kesehatan profesional, meskipun merasa kondisi sudah lebih baik.
Biasanya, selain karena merasa sudah membaik, alasan orang untuk enggan menghabiskan antibiotik adalah durasinya yang terlalu panjang serta takut terhadap efek sampingnya.
Terkait hal ini, WHO menyebut sudah banyak bukti yang bermunculan yang menunjukkan penggunaan antibiotik dalam waktu yang lebih singkat bisa jadi sama efektifnya dengan penggunaan yang lebih lama terhadap beberapa infeksi.
Dalam laman resminya pula WHO menyebut penggunaan antibiotik yang lebih singkat lebih masuk akal karena bisa membuat konsumsi sampai habis, memiliki efek samping yang lebih sedikit dan juga lebih murah.
Konsumsi antibiotik dalam waktu yang lebih singkat pun akan mengurangi paparan bakteri terhadap antibiotik, hal ini pun bisa mengurangi kecepatan patogen tersebut dalam mengembangkan resistensi terhadap antibiotik
Penting diingat pula bahwa antibiotik tak bisa sembarangan diminum. Ada baiknya, jangan simpan sisa antibiotik, apalagi untuk diminum di masa mendatang saat merasa sakit.
Mengutip dari laman Consummer Reports dari American Academy of Pediatrics National Conference di tahun 2005, praktik ini sangat berbahaya, karena antibiotik yang digunakan untuk mengatasi penyakit yang bukan merupakan khasiatnya, maka akan ada efek samping serius yang terjadi.
Pengguna pun bisa salah obat atau salah dosis dalam hal ini. Penggunaan yang salah ini pun bisa menyebabkan resistensi antibiotik.
Katherine Fleming-Dutra, M.D., seorang dokter anak dari laman tersebut menyebut antibiotik memang penting dalam proses penyembuhan, tapi obat ini bukan untuk segala jenis penyakit. Jadi, dokter lah yang harus menentukan apakah perawatan obat membutuhkan antibiotik atau tidak. [qnt]