WahanaNews.co | Ketua
Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebadrio memaparkan, hingga saat
ini plasma konvalesen belum terbukti bisa menyembuhkan pasien berat Covid-19.
Baca Juga:
Warga Nekad Bakar Kantor dan Fasilitas Pendidikan Perusahaan Kebunan Sawit di Seruyan
Namun di tengah jumlah positif Covid-19 yang meledak akhir-akhir
ini, Amin memastikan bahwa terapi plasma konvalesen bisa menjadi harapan untuk
memberikan kekebalan bagi pasien Covid sedang dan ringan.
"Plasma konvalesen hanya untuk stadium ringan dan
sedang. Tidak untuk kasus berat," tegas Amin.
Baca Juga:
BKAM Minta Pihak Eksekutif dan Legislatif Segera Selesaikan Konflik PT. Laot Bangko
Kekebalan Pasif dari
Plasma Konvalesen untuk Pasien Codi-19
Studi yang dilakukan Eijkman dengan Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSPAD) dan PT Biofarma mengenai keamanan dan
potensi efektivitas Terapi Plasma Konvalesen (TPK) untuk mengobati pasien
terjangkit Covid-19 sudah dipublikasikan di jurnal ilmiah Lancet EClinical
Medicine.
Berjudul "Convalescent Plasma Therapy in Patients with
Moderate-to-Severe COVID-19 : A study from Indonesia for clinical research in
low-and-middle income countries", jurnal tersebut merinci plasma konvalesen
dari individu yang telah sembuh dari covid-19 dipisahkan dengan menggunakan
teknik bernama Plasmapheresis.
Plasma ini dapat memberi kekebalan pasif kepada pasien yang
sedang terjangkit Covid-19.
"Dengan adanya antibodi tambahan yang spesifik terhadap
virus SARS-CoV-2 ini, tubuh mendapat amunisi ekstra untuk melawan virus,"
tulis Eijkman di akun Instagram resmi @eijkmaninstitute.
Studi tersebut merekrut 11 donor plasma dan 10 pasien yang
terjangkit virus corona. Tim peneliti lalu menjelaskan perubahan berbagai
penanda biologis seperti jumlah virus (virus load), konsentrasi C-Reactive
Protein (CRP) dan jumlah antibodi penetralisir virus SARS-CoV-2 selama 4
minggu.
Eijkman kemudian memaparkan adanya tren penurunan jumlah
virus setelah pasien terjangkit Covid-19 saat diberikan plasma konvalesen.
Di tengah ketidakpastian pengobatan untuk covid-19, TPK
telah muncul sebagai harapan untuk penanganan penyakit ini.
Penelitian juga dilakukan untuk mengekplorasi awal hasil TPK
pada covid-19 derajat sedang dan berat di Indonesia, serta mendapatkan
pengalaman dan bahan-bahan untuk mendesain penelitian dengan skala yang lebih
besar, yang dapat diterapkan di negara berkembang dengan ketersediaan sumber
daya yang terbatas.
"Hasil penelitian menunjukkan keamanan dan potensi
efektivitas pengobatan Covid-19," demikian Eijkman.
Lebih Cepat Beri
Plasma Lebih Baik
David Handojo Muljono, Deputi bidang penelitian
Translasional Eijkman mengungkap studi penggunaan plasma konvalesen pada kasus
berat Covid-19 tidak ada perbedaan dengan terapi kontrol biasa.
"Pemberian dini [plasma konvalesen] dan pada pasien
Covid-19 derajat ringan lebih baik dibandingkan pada pemberian tertunda dan
pasien derajat berat," tambah David dalam webinar terkait Hari Donor Darah
Sedunia, Senin (14/6).
Di samping itu, David juga mengatakan regulator di berbagai
negara dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejauh ini belum mengizinkan
penggunaan plasma konvalesen sebagai standar terapi dan masih menanti hasil uji
klinis dengan nilai statistik kuat.
Dalam arti lain, penggunaannya masih dengan izin penggunaan
darurat atau emergency use authorization (EUA).
Dia memberi catatan bahwa yang terpenting dalam memberikan
plasma konvalesen dengan kadar antibodi netralisasi yang tinggi dan pada saat
yang tepat, yakni saat pasien derajat sedang, yang belum mengalami perburukan.
Bisa dikatakan, pemberian plasma konvalesen yang lebih cepat maka lebih baik.
Kadar antibodi netralisasi atau juga disebut dengan
neutralizing antibody (NAb) merupakan antibodi yang dapat mempertahankan
kelangsungan hidup sel dengan cara menetralkan efek biologis yang ditimbulkan
oleh agen infeksius ataupun patogen.
David menambahkan berdasarkan penelitian, kadar antibodi
netralisasi umumnya lebih rendah pada pasien Covid-19 tanpa gejala. Sementara
pada penyintas dengan gejala parah, lebih tinggi.
"Penyintas [dengan gejala] yang parah sudah terbukti
menetralisir antibodi dan sembuh," tambahnya. [dhn]