WAHANANEWS.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melakukan inspeksi mendadak ke sebuah perusahaan air minum yang belakangan viral di media sosial.
Dalam video yang beredar luas, terlihat bahwa sumber air yang digunakan perusahaan tersebut berasal dari sumur bor, bukan dari mata air pegunungan sebagaimana diklaim oleh banyak merek air mineral.
Baca Juga:
Sumber Air AQUA Dipertanyakan, ESDM Siapkan Evaluasi Nasional Izin Air Tanah
Fenomena ini memicu diskusi publik mengenai asal-usul dan kualitas air mineral yang beredar di pasaran.
Masyarakat mulai mempertanyakan seberapa aman air yang mereka konsumsi setiap hari, terutama di tengah maraknya produk air kemasan dengan berbagai label “alami” atau “pegunungan”.
Kini, kesadaran masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih air minum meningkat.
Baca Juga:
AMDK Aqua Disebut Pakai Air Sumur Bor, ESDM Buka Suara
Air mineral selama ini dikenal sebagai sumber cairan penting bagi kesehatan tubuh manusia.
Namun, para ahli mengingatkan bahwa tidak semua air kemasan memiliki standar kualitas yang sama.
Faktor utama yang membedakan terletak pada sumber air dan proses pengolahannya.
Pakar Hidrologi BRIN, Rachmat Fajar Lubis, menjelaskan bahwa kualitas air sangat dipengaruhi oleh sumbernya. “Air pegunungan biasanya memiliki kualitas yang lebih stabil.
Air mineral yang ideal berasal dari sumber terlindung dan kadar mineralnya seimbang,” kata Rachmat.
Ia menambahkan, sumber air tanah dapat berasal dari mata air alami maupun sumur bor.
Meskipun keduanya bisa memiliki komposisi mineral yang mirip, air permukaan lebih rentan terhadap kontaminasi bakteri dan polutan lingkungan, terutama jika lokasi pengambilan air berada di dekat permukiman atau kawasan industri.
Rachmat menegaskan bahwa masyarakat sebenarnya masih bisa menggunakan air tanah sebagai air minum asalkan melalui proses pengolahan yang benar.
“Jangan langsung mengonsumsi air tanah tanpa pengolahan. Proses sederhana seperti penyaringan dan perebusan sangat penting,” ujarnya.
Menurutnya, penyaringan dapat membantu mengurangi partikel halus dan zat berbahaya, sementara perebusan hingga mendidih berfungsi membunuh mikroorganisme yang mungkin masih tersisa.
Langkah-langkah ini dinilai penting terutama di daerah yang belum memiliki akses terhadap air bersih yang terjamin kualitasnya.
Lebih lanjut, Rachmat mengingatkan bahwa baik air tanah maupun air mineral merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui, tetapi ketersediaannya tetap terbatas.
“Tekanan terhadap sumber air meningkat akibat pertumbuhan penduduk dan aktivitas industri,” katanya.
Ia pun menekankan pentingnya kesadaran bersama untuk menjaga kelestarian air. “Karena air tidak hanya untuk kita saja tapi juga untuk anak cucu kita nantinya,” ujar Rachmat.
Kasus yang mencuat ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperketat pengawasan terhadap perusahaan air minum, khususnya terkait transparansi sumber air dan proses pengolahannya.
Pemerintah daerah diminta memastikan setiap produk yang beredar telah memenuhi standar kesehatan dan keamanan konsumsi.
Dengan meningkatnya kesadaran publik, diharapkan masyarakat semakin kritis dalam memilih produk air minum.
Keterbukaan informasi mengenai asal sumber air menjadi langkah penting dalam menjaga kesehatan dan kepercayaan konsumen di masa depan.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]