WahanaNews.co, Jakarta - Seorang pria di Meksiko meninggal setelah terinfeksi flu burung dengan strain H5N2. Kasus ini merupakan kali pertama kematian akibat strain tersebut dilaporkan pada manusia.
Pria berusia 59 tahun tersebut meninggal setelah mengeluhkan demam, sesak napas, diare dan mual, tidak ada riwayat paparan unggas atau hewan lain dan beberapa kondisi medis yang mendasarinya. Ia kemudian dirawat di rumah sakit pada 24 April di Mexico City dan meninggal pada hari yang sama.
Baca Juga:
Cegah Pandemi Baru, Ketua MPR Dorong Kemenkes Beri Vaksin Flu Burung
Menyoroti hal ini, Mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, mengatakan flu burung adalah salah satu penyakit infeksi yang memiliki potensi memicu wabah. Bahkan bukan tak mungkin dapat menyebar antar negara. Menurut Prof Tjandra ada tiga faktor yang menyebabkan dunia perlu waspada pada flu burung.
"Pertama, karena mulanya terjadi pada unggas dan unggas itu di satu sisi dekat dengan manusia (bahkan ada di sekitar rumah) serta di sisi lain mungkin saja dapat terjadi migrasi burung antar negara dengan sekaligus membawa penularan dan penyebaran penyakit," katanya melalui keterangan yang diterima detikcom, Jumat (7/6/2024).
"Kedua, flu burung dapat menular ke manusia seperti sudah beberapa kali pernah terjadi di dunia dan di negara kita, serta sekarang terjadi pula di Meksiko dgn H5N2 seperti laporan WHO ini. Ketiga, kalau sudah tertular pada manusia maka kasusnya dapat menjadi berat dan bahkan kematian, gradasinya tergantung jenis flu burung yang menulari," katanya lagi.
Baca Juga:
Gempar, Seorang Wanita di Cina Meninggal Karena Flu Burung H3N8
Sehubungan dengan laporan kematian flu burung H5N2 pertama pada manusia di Meksiko, Prof Tjandra mengingatkan masyarakat dan pemerintah untuk mewujudkan penerapan konsep Satu Kesehatan atau One Health.
One Health adalah kerja bersama kesehatan manusia, kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan.
"Kedua, kini diperkuat surveilan lapangan di seluruh pelosok Indonesia untuk mendeteksi kemungkinan adanya varian-varian flu burung ini, baik yang H5N2 ataupun H berapa dan N berapa yang lain," katanya lagi.
"Ketiga, berpartisipasi aktif dalam komunitas kesehatan global untuk memantau dan mengendalikan agar kejadian H5N2 di Meksiko ini tidak jadi melebar. Kita harus ingat bahwa pandemi sebelum COVID-19 adalah Pandemi H1N1, yang kerap dulu disebut Flu Meksiko pula, walaupun istilah itu tidaklah sepenuhnya tepat," sambung lagi.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]