WahanaNews.co | Air adalah kebutuhan yang vital bagi kesehatan tubuh, maka tak mengherankan, kebutuhan akan air yang bersih dan bebas dari sumber cemaran semakin meningkat. Sayangnya hal ini masih menjadi tantangan di Indonesia.
Menurut data UNICEF, hampir 70 persen dari 20.000 sumber air minum rumah tangga yang diuji di Indonesia tercemar limbah feses dan menyebabkan penyebaran penyakit diare. Hasil serupa juga ditemukan dari penelitian Kementrian Kesehatan yang menyatakan 7 dari 10 rumah tangga Indonesia mengonsumsi air yang terkontaminasi bakteri E.coli.
Baca Juga:
Direktur PDAM Sebut Krisis Air Bersih di Kota Gunungsitoli karena Kemarau Panjang
Untuk menyiasatinya, masyarakat menggantungkan kebutuhan air minum pada air minum dalam kemasan.
"Air harus aman dikonsumsi. Syarat air layak minum dibagi menjadi dua garis besar, yaitu secara fisik dan kandungan. Secara fisik atatu indrawi yaitu: tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Adapun secara kandungannya, harus bebas dari cemaran dan mikroba berbahaya," papar Prof.Ahmad Sulaeman dari Departemen Gizi Institut Pertanian Bogor dalam acara temu media, beberapa waktu lalu.
Terkait dengan polemik yang belakangan mencuat mengenai kandungan BPA (bisphenol A) dalam galon guna ulang, menurutnya masyarakat tidak perlu khawatir karena belum ada penelitian yang menyimpulkan bahaya BPA dalam kemasan galon bagi kesehatan.
Baca Juga:
Krisis Air Bersih Hampir Sebulan, Warga Gunungsitoli Pelanggan PDAM Menjerit
"Dari berbagai penelitian, sebenarnya kandungan BPA lebih tinggi pada makanan kaleng dibanding galon air minum. Selain itu, jika BPA dalam air tertelan tidak akan berakumulasi, tetapi akan dimetabolisme dan keluar lewat sekresi," kata Sulaeman.
Pakar polimer dari Institut Pertanian Bogor, Akhmad Zainal Abidin, menambahkan, bahwa BPA pada dasarnya ditemukan dalam berbagai bahan, termasuk dalam galon karena merupakan bahan baku sisa dari polikarbonat.
"Jumlah yang tersisa itu sangat kecil dan polikarbonat untuk galon air isi ulang itu termasuk food grade dan sedari awal sudah dikurangi kandungannya. Makin lama umur galon, makin sedikit sisa BPA-nya," kata Akhmad dalam acara yang sama.
Dia menegaskan, untuk menentukan apakah kadar BPA dalam galon air guna ulang berbahaya atau tidak perlu diperhatikan berbagai faktor, mulai dari jumlah yang terlarut dalam air, konsentrasinya, kumulasinya, hingga berapa lama kontak dengan tubuh manusia.
"Pada tubuh orang normal BPA tidak terakumulasi dalam tubuh. Jadi hari ini minum, langsung keluar, kecuali bila tubuhnya bermasalah," katanya.
Paparan BPA dalam air bisa terjadi karena paparan suhu tinggi. Namun, menurut Akhmad, BPA dalam kemasan galon adalah BPA yang terperangkap dalam plastik dan untuk bisa larut butuh waktu yang panjang. Sedangkan galon air guna ulang pada umumnya memiliki masa simpan yang singkat. [rna]