WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kasus suspek chikungunya di Indonesia pada awal 2025 menunjukkan tren peningkatan signifikan dibandingkan periode yang sama pada 2023 dan 2024.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengingatkan bahwa lonjakan ini perlu diwaspadai, terutama karena berkaitan dengan pola musim hujan yang belakangan ini tidak menentu.
Baca Juga:
Masalah Gigi dan Mental Jadi Sorotan Menkes dalam Program Cek Kesehatan Anak di Sekolah
"Hal ini sejalan dengan pola musim penghujan di Indonesia sehingga perlu diwaspadai," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, Senin (11/8/2025).
Ia menambahkan bahwa meski kasus mengalami penurunan dalam dua bulan terakhir, potensi peningkatan kembali tetap ada jika kewaspadaan masyarakat menurun.
Berdasarkan data Kemenkes, provinsi dengan jumlah suspek chikungunya tertinggi meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Banten.
Baca Juga:
Biaya Penanganan Penyakit Stroke Tertinggi Ketiga di Indonesia, Tembus Rp5,2 Triliun
Jawa Barat menjadi wilayah dengan catatan tertinggi, yakni mencapai 6.674 kasus.
Ahli Kesehatan Masyarakat, dr. Jusuf Kristiyanto, menjelaskan bahwa cuaca hujan yang tidak teratur memicu bertambahnya lokasi genangan air yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk.
"Persediaan air di talang atau ban bekas menjadi sarang jentik nyamuk pembawa virus," ujarnya dikutip drai RRI, Rabu (13/8/2025).
Ia memaparkan, chikungunya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Penyakit ini memiliki gejala yang mirip dengan demam berdarah dengue (DBD), namun nyeri sendi pada penderita chikungunya biasanya lebih menonjol.
"Kalau panas tidak turun tiga hari berturut-turut, sebaiknya segera ke rumah sakit," katanya.
Menurutnya, pemeriksaan trombosit sangat penting untuk membedakan chikungunya dengan DBD sehingga penanganan bisa lebih tepat.
Terkait pencegahan, dr. Jusuf mengimbau masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan secara konsisten.
"Bersihkan pot, tempat minum hewan, dan kuras bak mandi secara rutin," katanya.
Ia juga menegaskan bahwa virus ini tidak menular langsung dari manusia ke manusia.
"Penularan lewat nyamuk, jadi vektornya harus diberantas," katanya.
Dengan potensi penyebaran yang dapat terjadi kapan saja, terutama di musim hujan tidak menentu, kewaspadaan dan upaya pemberantasan sarang nyamuk menjadi langkah kunci dalam memutus rantai penularan chikungunya di Indonesia.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]