WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN, Wihaji, kembali menekankan bahwa ketahanan keluarga merupakan fondasi utama dalam upaya nasional menurunkan angka stunting.
Ia menilai pembangunan keluarga tidak hanya berkaitan dengan kesehatan, tetapi juga menjadi pilar strategis dalam menjaga stabilitas demografi jangka panjang.
Baca Juga:
Kolaborasi PLN IP dan BKKBN Jabar Dorong Peningkatan Kompetensi ’Tamasya’
Dalam paparannya, Wihaji menyebut terdapat 8,6 juta keluarga di Indonesia yang masuk kategori berisiko stunting.
“Ternyata di Indonesia ada 8,6 juta Keluarga Risiko Stunting (KRS) yang perlu perhatian khusus,” ujar Wihaji dalam sambutannya pada acara Genting Collaboration Summit 2025 di Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Jumlah tersebut, kata dia, menjadi tantangan besar yang harus segera ditangani melalui intervensi lintas sektor.
Baca Juga:
25 Persen Anak Usia Dini Belum Terlindungi Jaminan Kesehatan, BKKBN Dorong Akselerasi Program 3 Zeros
Wihaji menerangkan bahwa keluarga yang masuk kategori risiko tinggi dapat berkontribusi besar terhadap angka stunting nasional yang saat ini berada pada kisaran 19,8 persen.
“Tinggi badan, berat badan, hingga IQ mereka tentu berbeda,” katanya, menggambarkan dampak stunting yang memengaruhi perkembangan fisik dan kognitif anak.
Ia juga mengingatkan bahwa menurut temuan medis, kemampuan pemulihan anak yang terlanjur mengalami stunting sangat terbatas.
“Sisanya tidak dapat dipulihkan sehingga pencegahan jauh lebih penting,” ucapnya.
Karena itu, penguatan peran keluarga, edukasi gizi, dan pendampingan kesehatan dianggap menjadi langkah kunci untuk mencegah stunting sejak awal kehidupan.
Lebih jauh, Wihaji menyoroti keberhasilan program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting) yang digagas pemerintah.
Ia menyebut program tersebut sudah berdampak signifikan bagi jutaan keluarga.
“Saya berkeyakinan menyelamatkan satu anak berarti menyelamatkan satu generasi,” kata Wihaji.
Hingga saat ini, program Genting disebut telah membantu menyelamatkan 1,5 juta keluarga dari risiko stunting melalui berbagai intervensi gizi, pendampingan, dan bantuan sosial.
Komitmen penanganan stunting juga mendapat dukungan dari dunia pendidikan.
Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Intiyas Utami, menegaskan bahwa kampusnya turut mengambil bagian dalam implementasi program Genting.
“Kami melakukan intervensi gizi bagi 20 anak di Salatiga,” ujarnya.
Dari total penerima intervensi tersebut, sebanyak 16 anak berhasil keluar dari status stunting berkat pemantauan dan pemberian gizi yang dilakukan secara rutin.
Adapun empat anak lainnya belum dapat pulih karena kondisi disabilitas bawaan.
Intiyas menjelaskan bahwa intervensi yang dilakukan mencakup pendampingan menyeluruh, tidak hanya terkait gizi tetapi juga kondisi emosional keluarga.
“Kami memantau langsung setiap hari agar perubahan benar-benar terjadi,” kata Intiyas.
Pemberian makanan bergizi dilakukan dengan metode home delivery, di mana tim UKSW mengantarkan makanan langsung ke rumah keluarga sasaran.
“Makanan itu kami siapkan dan ditunggu hingga benar-benar dimakan,” katanya.
Langkah ini dilakukan untuk memastikan anak benar-benar mendapatkan asupan nutrisi yang dibutuhkan.
Namun, Intiyas mengakui bahwa tidak semua anak dapat langsung menerima makanan bergizi yang diberikan.
Beberapa anak memerlukan penyesuaian, sehingga pendampingan intensif setiap hari menjadi penting untuk memastikan proses intervensi berjalan optimal.
Pendekatan holistik inilah yang dinilai dapat mempercepat upaya penurunan stunting, sekaligus memperkuat kualitas pola asuh dalam keluarga.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]