WAHANANEWS.CO, Jakarta - Di era digital yang semakin bising, malam yang dulunya menjadi waktu untuk melepas penat kini perlahan berubah menjadi ajang pertempuran melawan notifikasi, serial, dan layar yang tak pernah tidur.
Aktivitas rebahan menjelang tidur pun tak lagi sunyi.
Baca Juga:
Hindari! 8 Kebiasaan Sepele Ini Bisa Bikin Laptop Cepat Rusak
Sebaliknya, cahaya biru dari gadget seolah menjajah malam kita secara diam-diam.
Kesehatan tidur, atau yang dikenal dengan istilah sleep hygiene, bukan sekadar teori ilmiah.
Ia adalah praktik menjaga harmoni antara tubuh dan alam, agar sistem biologis manusia tetap bekerja optimal.
Baca Juga:
Transformasi Digital ATR/BPN Jadi Strategi Nasional Amankan Kepemilikan Tanah Rakyat
Dalam dunia modern, tidur berkualitas telah menjadi sesuatu yang langka namun sangat penting.
Artikel ini mengupas alasan pentingnya tidur berkualitas, bagaimana teknologi mempengaruhinya, serta strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pola tidur.
Salah satu penyebab utama terganggunya kualitas tidur adalah cahaya biru dari layar gawai.
Penelitian oleh Lastella, Rigney, Browne, dan Sargent (2020) dalam studi berjudul "Electronic device use in bed reduces sleep duration and quality in adults" menyatakan bahwa penggunaan perangkat elektronik di atas tempat tidur dapat secara signifikan mengurangi durasi dan kualitas tidur.
Cahaya biru ini menghambat produksi melatonin hormon pengatur siklus tidur-bangun sehingga otak salah mengenali waktu dan menganggap malam belum tiba.
Akibatnya, seseorang bisa terjaga lebih lama dari seharusnya, namun tetap merasa lelah keesokan harinya.
Setiap menit yang hilang untuk menggulir layar adalah energi yang terbuang untuk hari esok.
Tidak hanya orang dewasa, remaja pun kini mengalami dampaknya. Mereka yang seharusnya terlelap dalam tidur nyenyak malah larut dalam arus media sosial.
Penelitian oleh Krisnana, Hariani, Kurnia, dan Arief (2022) melalui studi "The use of gadgets and their relationship to poor sleep quality and social interaction on mid-adolescents" menyebutkan bahwa penggunaan gadget yang berlebihan pada remaja berhubungan erat dengan buruknya kualitas tidur dan penurunan interaksi sosial.
Ironisnya, perangkat yang dirancang untuk mempererat koneksi justru menciptakan jarak. Kita semakin jauh dari keluarga, teman, dan bahkan diri sendiri.
Layar kecil itu tidak hanya mencuri malam kita, tetapi juga merampas kedamaian yang seharusnya kita rasakan sebelum tidur.
Masalah tidur bukan sekadar soal rasa kantuk di pagi hari atau tampilan mata panda.
Efeknya lebih dalam: bisa memicu gangguan mental seperti kecemasan dan depresi, serta menurunkan sistem imun tubuh.
Dalam masyarakat yang memuja produktivitas, tidur sering dianggap sebagai aktivitas malas. Padahal, tidur adalah pondasi utama bagi kesehatan mental dan fisik.
Tanpa tidur cukup, otak kita sulit bekerja optimal, emosi mudah meledak, dan tubuh rentan mengalami kelelahan.
Lantas, bagaimana cara mengembalikan malam menjadi ruang istirahat sejati?
Langkah pertama adalah menciptakan rutinitas malam yang menenangkan.
Jauhkan gadget dari tempat tidur, matikan notifikasi, dan alihkan perhatian ke aktivitas santai seperti membaca buku atau mendengarkan musik lembut.
Penelitian Mindlis et al. (2025) dalam "Adaptation of a sleep hygiene intervention for individuals with poor sleep and their companions" membuktikan bahwa intervensi kesehatan tidur, seperti membatasi layar sebelum tidur dan menata lingkungan kamar yang nyaman, terbukti meningkatkan kualitas tidur secara signifikan.
Kebiasaan lain yang bisa diterapkan adalah disiplin dalam penggunaan layar.
Terapkan aturan “tanpa gawai satu jam sebelum tidur”, atau gunakan mode malam untuk mengurangi emisi cahaya biru.
Bukan berarti anti-teknologi, melainkan cerdas dalam mengelola teknologi agar tak mendikte ritme hidup kita.
Malam adalah waktu suci untuk pemulihan, bukan perpanjangan dari hiruk-pikuk siang hari.
Tidur yang berkualitas merupakan bentuk cinta diri dan penghargaan terhadap kesehatan.
Dalam dunia yang terus menuntut kita untuk "terjaga", memilih tidur bisa menjadi bentuk perlawanan paling berani.
Mari kita jadikan tidur sebagai sahabat, bukan lawan.
Dengan kesadaran, kedisiplinan, dan kasih sayang pada diri sendiri, kita bisa merebut kembali malam dan mengisinya dengan mimpi, bukan notifikasi.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]