WahanaNews.co | Seorang direktur perusahaan pabrik terpal CV KMA berinisial MP (32) di kawasan BSD Tangerang Selatan, Banten, diciduk Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Utara (Kanwil Pajak Jakut) karena diduga membuat faktur pajak fiktif.
Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan (P2IP) Kanwil Pajak Jakut Selamat Muda di Jakarta, Minggu, mengatakan CV KMA yang bergerak di bidang usaha produksi terpal terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Penjaringan.
Baca Juga:
PPNS DJP Serahkan Tersangka HBW kepada Jaksa di Kejari Semarang
"Pabriknya berlokasi di Jalan Bandengan Utara, Penjaringan," kata Selamat.
Selamat mengatakan MP diduga menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya selama pajak pertambahan nilai (PPN) dari Januari 2017-Desember 2018.
Menurut dia, perbuatan MP merugikan negara sebesar Rp2,4 miliar.
Baca Juga:
Dari Pajak Digital, Negara Kantongi Rp 6,14 Triliun Hingga September 2024
Saat petugas mendatangi alamatnya, Sabtu (10/6/2023) MP berada di dalam rumah. Namun petugas tidak bisa masuk ke dalam karena terhalang pintu pagar dan pintu rumah yang tidak mau dibuka.
Kendati begitu, MP akhirnya berhasil diciduk, setelah petugas Kanwil Pajak Jakut berkoordinasi dengan ketua RT dan pihak keamanan setempat.
"Keberhasilan ini tak lepas dari dukungan berbagai pihak terutama Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia," kata Selamat.
MP kemudian diserahkan petugas Kanwil Pajak Jakut ke Jaksa Peneliti Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk proses lebih lanjut.
"Tempat penyerahan dilakukan di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Utara," ungkap Selamat Muda.
Petugas juga menyerahkan barang bukti berupa uang tunai sebesar 15.000 dolar Singapura dan Rp150 juta.
Selamat menambahkan bahwa upaya pemidanaan terhadap Direktur CV KMA merupakan upaya terakhir yang diambil oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam rangka penegakan hukum di bidang perpajakan.
Dalam kasusnya, penyidik mengenakan Pasal 39A huruf a dan Pasal 39 ayat (1) huruf d Jo Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ancaman pidananya, penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda, paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar.
[Redaktur: Alpredo]