WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kasus pemerkosaan yang melibatkan seorang residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung menjadi perbincangan publik kemarin.
Pelaku yang berusia 31 tahun itu sudah mendapat sanksi dan juga ditahan pihak kepolisian.
Baca Juga:
Tragedi di RSHS: Ayah Korban Rudapaksa Dokter PPDS Unpad Tutup Usia
Berikut sejumlah poin terkait dengan kasus yang sempat terekam oleh kamera pengawas atau CCTV tersebut, seperti dilansir dari CNN Indonesia.
Kronologi kasus
Polisi mengungkap kronologi kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter peserta PPDS Unpad di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Baca Juga:
Dokter Cabul di RSHS Dibidik IDI dan Kemenkumham
Kabid Humas Polda Jawa Barat (Jabar) Kombes Pol Hendra Rochmawan menuturkan peristiwa pidana itu terjadi pada 18 Maret sekitar pukul 01.00 WIB.
Saat itu, korban berinisial FA tengah menjaga ayahnya yang menjadi pasien, kemudian diminta oleh tersangka PAP untuk pengecekan atau transfusi darah.
Tersangka selanjutnya membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7.
"[Tersangka] meminta korban untuk tidak ditemani oleh adiknya," ungkap Hendra di Polda Jabar, Rabu (9/4).
Setelah berada di lantai 7, korban diminta untuk berganti pakaian menggunakan baju operasi. Selanjutnya tersangka membius korban dengan cara penyuntikan hingga korban tak sadarkan diri.
Pada pukul 04.00 WIB, korban tersadar dan kembali ke IGD. Namun, saat korban hendak buang air kecil, ia merasakan sakit pada alat vitalnya.
Korban pun menceritakan tindakan yang dilakukan tersangka sebelum ia tak sadarkan diri kepada ibunya. Keluarga korban merasa ada kejanggalan dari rasa sakit yang dirasakan FA. Mereka akhirnya melaporkan itu kepada pihak kepolisian.
Temuan polisi
Polisi melakukan penyelidikan hingga akhirnya pada 23 Maret 2025 berhasil menangkap tersangka PAP.
Direktur Reskrimum Polda Jabar Kombes Pol Surawan menuturkan lokasi yang dijadikan pelaku untuk melakukan tindakan pemerkosaan terhadap korban dilakukan di salah satu gedung yang ada di RSHS.
"Itu ruangan baru. Mereka (pihak RSHS) rencananya untuk operasi khusus perempuan. Jadi, itu belum pakai," kata Surawan.
Terkait apa yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban, Surawan mengatakan pihaknya memerlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan menggunakan uji DNA.
"Akan dilakukan uji di DNA, kan kita harus uji. Dari yang ada di kemaluan korban, kemudian keseluruhan uji DNA korban, dan juga yang ada di kontrasepsi itu sesuai DNA sperma," katanya.
Pelaku berupaya bunuh diri
Beberapa hari sebelum ditangkap, tersangka disebut sempat berupaya untuk mengakhiri hidupnya.
"Jadi, pelaku setelah ketahuan itu sempat berusaha bunuh diri juga. Memotong urat-urat nadi sehingga dia sempat dirawat, setelah dirawat baru ditangkap," tutur Surawan.
Tersangka ditahan
Tersangka PAP saat ini sudah dilakukan penahanan. Polisi menerapkan Pasal 6 C Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun.
"Sudah ditahan pada tanggal 23 Maret," ungkap Surawan.
Dikeluarkan Unpad
Unpad sudah mengambil sikap dengan mengeluarkan tersangka PAP.
"Terduga merupakan PPDS yang dititipkan di RSHS dan bukan karyawan RSHS, maka penindakan tegas sudah dilakukan oleh Unpad dengan memberhentikan yang bersangkutan dari program PPDS," ungkap Dekan Fakultas Kedokteran Unpad Yudi Hidaya dalam keterangan persnya, Rabu (9/4).
Yudi menambahkan peristiwa memalukan itu terjadi pada pertengahan Maret 2025 di area rumah sakit.
"Unpad dan RSHS mengecam keras segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, yang terjadi di lingkungan pelayanan kesehatan dan akademik," tambahnya.
Larangan residen seumur hidup
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga sudah memberikan sanksi kepada tersangka PAP berupa larangan melanjutkan residen seumur hidup.
"Kita sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad," kata Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes Azhar Jaya dalam keterangan resminya, melansir Antara, Rabu (9/4).
"Soal hukuman selanjutnya menjadi wewenang Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran," imbuhnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]