WahanaNews.co, Bekasi - Seorang pria berusia 39 tahun, nekad bekerja jadi 'dokter palsu' di Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi. Dia mengaku melakukan penipuan selama bertahun-tahun karena desakan kebutuhan ekonomi.
Dia telah berpraktik sebagai "dokter" dan membuka klinik di Klinik Pratama Keluarga Sehat selama lima tahun.
Baca Juga:
Resmi Dilantik, IDI Cabang Sikka Periode 2024-2027 Dipimpin Dokter Tedi, Berikut Susunan Kepengurusannya.!!
"Motifnya karena kebutuhan ekonomi. Sebelum menjadi dokter, dia menganggur," kata Kapolres Metro Bekasi Kombes Twedi Aditya Bennyahdi di Mapolres Metro Bekasi, Selasa (19/3/2024).
Twedi menyatakan bahwa beberapa warga di Bekasi telah menjadi korban praktik dokter palsu tersebut.
"Beberapa warga menjadi korban karena praktiknya sudah berlangsung dari 2019 hingga 2024 di klinik tersebut," katanya.
Baca Juga:
Pjs. Bupati Labuhanbatu Utara Hadiri Peringatan HUT IDI ke-74
Twedi juga mengatakan bahwa pihak polisi masih menyelidiki apakah ada dampak serius yang dialami oleh para korban.
"Masih didalami karena kan tadi ada buku pasien. Nanti kami juga dalami ada kerugian apa dari masyarakat setelah berobat," sebutnya.
Hingga saat ini, polisi masih mencari tahu jumlah pasien yang telah diobati oleh ITB.
"Dia beraksi sendiri, dibantu perawat. Mereka hanya bekerja sebagai petugas," kata Twedi.
ITB ditangkap pada Jumat (15/3/2024) pukul 19.30 WIB di kliniknya yang beralamat di Perum Taman Cikarang Indah Blok F 20 No 6 Ciantra, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi.
Penangkapan ITB berawal dari adanya laporan warga yang curiga dengan kredibilitas ITB.
Polisi kemudian mendalami bersama IDI Kabupaten Bekasi dan Dinkes Kabupaten Bekasi. ITB dipastikan bukan berprofesi sebagai dokter.
"Memang benar pelaku ternyata tidak memiliki SIP dan tidak terdaftar sebagai dokter," ucap Twedi.
ITB dinyatakan melakukan praktik sebagai tenaga medis atau penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 439 dan/atau Pasal 441 atau Pasal 312 UUD RI No 17 Tahun 2023 tentang kesehatan dan/atau Pasal 378 KUHP.
"Ancaman hukumannya lima tahun penjara," tandas Twedi.
Dampak Praktik Dokter Gadungan
Faktanya, praktik dokter gadungan dapat memberikan dampak fatal bagi pasien. Kondisi pasien yang ditangani dokter gadungan bisa semakin parah, bahkan dapat berujung kematian.
"Bisa fatal itu sampai kematian pasien," kata anggota Biro Hukum Pembinaan dan pembelaan Anggota (BHP2A) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dewa Nyoman Sutayana, saat 'Press Conference IDI: Kasus Dokter Gadungan' belum lama ini.
Dampak praktik dokter gadungan terhadap pasien juga dapat mengakibatkan penyakit pasien mengalami komplikasi. Yang semestinya penyakitnya sembuh malah bertambah parah.
"Dulu pernah ada yang ngaku-ngaku dokter mengatakan di media sosial tanpa data yang jelas soal komplikasi penyakit lebih banyak karena obat-obatan dihentikan, diganti dan sebagainya," Dewa menambahkan.
Ada lagi dampak yang perlu dikhawatirkan terhadap keberadaan dokter gadungan, yakni pemberian surat izin sakit.
Pada kasus tertentu, bisa saja dokter gadungan mudah mengeluarkan surat izin sakit kepada pasien dan suratnya dapat diperjualbelikan.
"Kan suka gampang memberikan keterangan izin sakit, bahkan surat izin sakit dijualbelikan. Kalau dokter asli yang beneran punya potensi ya enggak sembarangan kasih surat izin sakti, nah kalau dokter gadungan enggak ada masalah dengan etika semacam itu," ujar Dewa.
Istilah Dokteroid
Dewa Nyoman Sutayana memaparkan definisi dokter gadungan. IDI mengistilahkan dokter gadungan ini dengan nama 'dokteroid' yaitu seseorang yang bukan dokter, tapi melakukan praktik kedokteran.
"Seseorang yang dimaksud bisa seorang yang bukan tenaga kesehatan maupun seseorang yang merupakan tenaga kesehatan (perawat, bidan, farmasi), namun bukan tenaga medis (dokter dan dokter gigi), tetapi melakukan praktik kedokteran," katanya.
Praktik kedokteran diartikan sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan oleh dokter dalam melaksanakan upaya Kesehatan yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif,dan rehabilitatif.
"Sebenarnya definisi ini saya ambil dari undang-undang lama, yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Ada juga laporan yang masuk ke kami dua minggu lalu," kata Dewa.
"Ada juga orang yang bukan dokter tapi sarjana kedokteran, belum ngambil profesi kesehatan, cuma gelar ditulis 'dokter' dan dia memberikan seminar kesehatan," bebernya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]