WahanaNews.co | Seorang mahasiswi asal Masaran, Sragen, Jawa Tengah, dilaporkan ke polisi.
Pasalnya, mahasiswi
berinisial MI (23) itu diduga menjadi otak penipuan berkedok arisan online.
Baca Juga:
Tak Bayar Hutang Arisan Online Berujung Dipolisikan, Adrianus Agal Minta Polda Jatim Proses Hukum Pelaku
Tak tanggung-tanggung,
korban dari aksi penipuan arisan sistem menurun itu disebut lebih dari 500
orang. Mereka tersebar di berbagai wilayah di Sragen dan Solo Raya.
Nominal uang setoran anggota yang
diduga dilarikan atau digelapkan MI juga tak sembarangan. Sebab, angkanya mencapai lebih dari Rp 1 miliar.
Kasus itu terbongkar setelah beberapa
korban melaporkan kasus itu ke Polres Sragen.
Baca Juga:
Kerugian Rp 1,1 Miliar, Bos Arisan Online Diringkus Polisi
Data yang dihimpun wartawan, dugaan penipuan arisan online
itu dilaporkan ke Polres Sragen pada awal November 2020 lalu.
Namun, kasus itu
baru meledak dan mencuat ke publik setelah para korban mengirim karangan bunga
berisi kalimat sindiran sadis ke seorang mempelai, yang tak lain adalah kakak dari mahasiswi terduga pelaku penipuan, pada 23 Desember 2020 lalu.
Salah satu member arisan yang juga korban, Irene Junitasari (21), mengatakan, arisan online yang dikelola MI itu bernama Arisan By Wida.
Arisan online itu dirintis sejak awal 2020 dan beranggotakan lebih dari 500
orang, yang tersebar di berbagai wilayah Solo
Raya.
"Anggotanya banyak sekali, dari berbagai wilayah di Solo Raya. Ada 3 grup WA, satu grup saja
anggotanya 150 member lebih," papar Irene kepada wartawan, Rabu
(6/1/2021).
Ia menguraikan, arisan
itu digelar dengan sistem menurun.
Menurutnya,
setorannya bervariasi. Mulai dari Rp 500 ribu, Rp 1
juta, Rp 2 juta, Rp 5 juta, Rp 20 juta, hingga Rp 50 juta.
Tak hanya arisan, MI juga menawarkan
investasi online dengan bagi hasil
menggiurkan. Sebagian member arisan
juga ikut investasi dengan nominal puluhan juta.
Irene sendiri menyebut tertarik ikut
anggota arisan dari saudaranya asal Tanon, Sragen. Ia dan saudaranya itu sudah setor hampir Rp 17 juta lebih.
Namun, sejak
ikut hingga kemudian macet di tengah jalan, belum sepeser pun uang kembali.
"Arisannya baru dirintis tahun 2020. MI yang ngegalang sendiri. Dia
buka grup dan menawarkan dengan nama Arisan
By Wida. Arisannya menurun, ada juga yang investasi. Macam-macam nominalnya, sampai setoran Rp 50 juta juga ada.
Arisan menurun itu, yang paling bawah paling untung, yang
atas yang rugi," terang Irene.
Kerugian Miliaran Rupiah
Lebih lanjut, perempuan muda yang
berprofesi wirausaha asal Ngrampal itu menuturkan, MI diketahui masih kuliah.
Para member rata-rata tergiur ikut arisan dan investasi karena iming-iming
keuntungan yang menjanjikan.
Awalnya tidak ada yang mencurigakan.
Satu-dua bulan berjalan, arisan berputar sebagaimana wajarnya.
Namun, situasi
berubah ketika memasuki medio 2020. Tiba-tiba arisan mulai seret. Putaran tak kunjung dijalankan, padahal setoran anggota jalan terus.
Hingga, akhirnya, gelagat ketidakberesan itu pun terbongkar
ketika si bandar arisan mendadak mengunci grup.
"Saat mulai macet, member sudah waswas
dan menanyakan kejelasannya. Anehnya, dia malah tiba-tiba mengunci grup WA member, dan member dikeluarkan satu persatu. Padahal, banyak
yang belum dapat (arisan)," terang Irene.
Melihat gelagat tak beres, anggota pun
mulai waswas, karena setoran belum dibayar.
Beberapa perwakilan member kemudian mencoba menghubungi MI, menanyakan kejelasan dan uang arisan.
Namun,
pertanyaan itu selalu dibalas dengan jawaban bahwa uang sudah tidak ada. Bahkan, M berkelit bahwa dirinya juga rugi, karena uangnya ikut ketilep.
"Kalau ditanya, selalu njawab uangnya nggak ada, katanya
uangnya diblandangke ke sini" ke sini" dan dia ngakunya juga rugi. Nggak
nalar saja, kok bisa rugi, karena uang itu setoran. Kalau dia
rugi, seharusnya kan nggak
pakai uang member. Lha katanya rugi, tapi
malah mbangun ruko dan beli mobil.
Sudah tahu uang member harusnya
didiamkan, bukan malah dibuang keluar. Alasannya selalu itu. Padahal, kami yakin, itu yang dipakai uang member, wong dia kerja juga belum dan masih kuliah," tukasnya, kesal.
Perwakilan anggota sudah lima kali
mendatangi MI, dan mencoba meminta
pertanggungjawaban.
Namun, tiap kali
ditemui, MI selalu menghilang. Bahkan, ketika
dihubungi dan ditanya via WA, sudah tak mau membalas.
Karena sudah capek dan kesal akibat tak adanya iktikad
baik, akhirnya anggota sepakat untuk menempuh jalur hukum dengan melapor ke
Polres Sragen pada 9 November 2020.
"Kami yang melapor ke Polres Sragen
ada 7 orang perwakilan korban. Kami menggandeng pengacara, Pak Henry Sukoco. Karena kami sudah capek. Sebenarnya kami nggak mau proses hukum. Tapi dari awal sama sekali
nggak ada iktikad baik dari dia (MI) untuk mau tanggungjawab. Sebenarnya, kami hanya minta hak kami yang belum kembali. Itu saja,"
tandasnya.
Selain dilaporkan ke Polres Sragen, MI juga dilaporkan oleh korban-korban dari Solo ke Polres Solo.
Menurut Irene, laporan di Solo
dilakukan oleh lebih banyak korban, juga dengan menggandeng pengacara.
Pihaknya berharap, jalur hukum bisa memberi keadilan dan uang para korban bisa
kembali. Sebab, total uang yang diduga ditilep MI mencapai angka miliaran rupiah.
"Kemarin orangtuanya sendiri yang
bilang ke warga tetangganya sana (Masaran). Bilangnya, paling
nggak ada Rp 350 juta, nggak papa tak tutupnya. Ternyata ndelalah
rasan-rasan ke tetangganya, bakne punjul soko sak miliar totale (totalnya lebih dari
satu miliar). Itu juga kami diberitahu warga
tetangganya sana. Kita nggak buat-buat. Karena memang anggotanya 500
orang lebih, makanya kami di Sragen lapor sendiri. Yang di Solo juga lapor, dan satu grup di Solo itu yang lapor 7 orang. Ngelaporkan MI juga," tandas Irene. [dhn]