WAHANANEWS.CO, Palangka Raya - Wajah murung masih menyelimuti Yuliani (38) ketika ditemui awak media di depan Rumah Tahanan Polresta Palangka Raya, Selasa (17/12/2024) pagi. Yuliani baru saja menjenguk suaminya, Muhammad Haryono alias MH, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penembakan yang melibatkan Brigadir Anton Kurniawan Setianto (AKS).
Brigadir Anton, personel Polresta Palangka Raya, sebelumnya telah diberhentikan dengan tidak hormat setelah kasus ini terungkap ke publik.
Baca Juga:
Oknum Polisi Palangka Raya dan Rekan Terancam Hukuman Mati atau Seumur Hidup
Yuliani, ibu dua anak, mengaku masih syok dan merasa ketidakadilan menimpa keluarganya. Ia tak habis pikir, suaminya yang justru berinisiatif melaporkan kejadian tersebut malah dijadikan tersangka.
Menurut Yuliani, Haryono hanyalah seorang sopir taksi online (taksol) yang kebetulan menerima pesanan dari Brigadir Anton.
Namun, nahasnya, suaminya harus menyaksikan langsung aksi brutal polisi dari Satuan Sabhara Polresta Palangka Raya itu.
Baca Juga:
Anggota Komisi III DPRD Palangka Raya Harap Semua Guru Berstatus Sarjana, Bukan Diploma
"Sejak kejadian 27 November itu, saya merasa ada yang aneh. Suami pulang dalam keadaan murung, tiba-tiba suka tertawa sendiri, bahkan tak mau makan. Kalau makan pun harus saya suapin," ujar Yuliani, melansir Kompas.com, Selasa (17/12/2024).
Yuliani mengenal Haryono sebagai sosok suami yang ceria dan humoris. Namun, empat hari setelah kejadian, Yuliani memutuskan untuk mendesak suaminya bercerita. Akhirnya, Haryono pun membuka mulut dan menceritakan kejadian berdarah itu.
“Suami saya waktu itu menyopiri mobil Sigra untuk mengantar Brigadir Anton. Tapi setelah melewati Pal 38 Jalan Tjilik Riwut, sopir pick-up tiba-tiba diberhentikan dan dibawa masuk ke mobil. Di dalam mobil, sopir itu diinterogasi soal pungli, lalu kepalanya ditembak,” ujar Yuliani dengan suara bergetar.
Brigadir Anton memilih duduk di kursi belakang sopir, sementara Haryono, sebagai sopir, berada di kursi depan bersama korban, seorang kurir ekspedisi asal Banjarmasin berinisial AB.
"Awalnya hanya percakapan biasa, membahas soal pungli ketika melewati pos polisi di Km 38 Jalan Tjilik Riwut. Tapi tiba-tiba korban diajak naik mobil dan ditembak dua kali di kepala," kata Yuliani.
Yuliani terkejut saat mendengar cerita suaminya yang menjadi saksi mata dari aksi keji Brigadir Anton. Menurutnya, ia dan suaminya tidak bisa menerima kejadian tersebut dari sisi kemanusiaan.
"Meski kami orang biasa, tapi kami berpikir dengan nurani. Suami saya menyaksikan sendiri korban dibuang begitu saja oleh pelaku, dan hatinya merasa bersalah," jelasnya.
Setelah pembunuhan itu, Brigadir Anton berupaya menutupi perbuatannya dengan mengancam Haryono agar tetap bungkam.
Anton bahkan sempat mentransfer uang sebesar Rp 15 juta kepada Haryono, namun uang itu dikembalikan karena Haryono tidak ingin terlibat dalam kejahatan tersebut.
Haryono dan istrinya tetap bertekad melaporkan kejadian itu ke Polresta Palangka Raya demi rasa kemanusiaan dan simpati terhadap korban, meskipun ancaman terus menghantui mereka.
"Kami melaporkan kejadian ini ke Jatanras Polres pada Selasa (10/12/2024) minggu lalu. Niat kami hanya ingin mengungkap kebenaran. Tapi sekarang malah suami saya dijadikan tersangka," ujar Yuliani, perempuan asal Desa Pangkoh, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
Yuliani merasa penetapan suaminya sebagai tersangka sangat tidak adil. Menurutnya, suaminya hanya ingin membuka fakta mengenai tindakan brutal seorang anggota polisi yang menggunakan senjata secara semena-mena.
"Kenapa suami saya yang dulu hanya saksi sekarang malah jadi tersangka? Setelah sempat dibawa pulang, dia dijemput lagi oleh polisi dan tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka," ucapnya dengan nada kecewa.
Pengacara keluarga Haryono, Parlin Bayu Hutabarat, menilai ada banyak kejanggalan dalam kasus ini.
Menurutnya, kliennya hanya melaporkan sebuah tindak pidana, tetapi justru berakhir dijadikan tersangka.
"Korban meninggal jelas karena ditembak. Suami Yuliani konsisten menceritakan fakta itu. Tapi mengapa proses hukum ini terkesan tertutup dan di akhirnya malah berujung penetapan tersangka?" kata Parlin saat ditemui di lokasi yang sama.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Tengah (Kalteng) menetapkan dua orang tersangka dalam kasus pembunuhan yang diduga dilakukan oleh oknum anggota Kepolisian Resor Kota (Polresta) Palangka Raya, Brigadir Polisi AK.
Dia adalah saksi kunci yang melaporkan kasus ini, sopir taksi online Haryono.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalteng Kombes Nuredy Irwansyah Putra menjelaskan, penyidik sudah melakukan penyelidikan terhadap kasus yang melibatkan Brigadir AK itu dan telah melakukan pemeriksaan terhadap 13 saksi.
“Kami memerlukan kecermatan dan ketelitian dalam mengungkap kasus yang berawal dari penemuan mayat ini, dari hasil penyelidikan ada dugaan keterlibatan oknum anggota Polri Polda Kalteng yang berdinas di Polresta Palangka Raya,” beber Nuredy kepada awak media dalam konferensi pers di Lobi Markas Polda Kalteng, Palangka Raya, Senin (16/12/2024).
Ditreskrimum Polda Kalteng kemudian meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan terhadap perkara tersebut. Kemudian, kata Nuredy, melalui mekanisme manajemen penyidikan, pihaknya menetapkan dua tersangka.
“Tersangka atas nama AKS (Brigadir Polisi) dan Hayono terkait tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya seseorang, dengan alat bukti yang telah dikumpulkan oleh tim penyidik,” bebernya.
Nuredy menjelaskan, para tersangka disangkakan dengan Pasal 365 Ayat 4 dan/atau Pasal 338 Juncto Pasal 55 KUHPidana dengan ancaman maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup.
“Atau penjara dengan waktu tertentu paling lama 20 tahun, demikian yang bisa kami sampaikan. Untuk saat ini proses penyidikan masih berlanjut, mohon bersabar atas perkembangan penyidikan selanjutnya,” ujarnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]