WahanaNews.co, Surabaya – Di hadapan polisi GEL (9) menyebut ibunya tak bersalah. GEL juga mengaku masih sayang kepada ibunya.
Padahal GEL telah mengalami penyiksaan sadis yang dilakukan oleh ibunya, ACA (26). Namun bocah SD itu masih membela ibu yang telah menyiksanya selama ini.
Baca Juga:
Dilaporkan Aep soal Dugaan Hoaks Kasus Vina Cirebon, Ini Respons Dedi Mulyadi
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono yang menyatakan itu. Menurut Hendro, sang anak sempat menyampaikan bahwa dirinya yang bersalah, bukan ibunya. Tidak hanya itu, GEL bahkan menyatakan dirinya menyayangi ibunya meski ia sudah berkali-kali mengalami kekerasan.
"Cukup memprihatinkan ketika si anak menyampaikan salahnya. Dia sampaikan dirinya yang salah, mamanya nggak salah. Si anak bilang kepada penyidik, 'saya sayang sama mama, mungkin saya yang nakal,'" demikian kata Hendro melansir detikJatim, Selasa (23/1/2024).
Hal senada disampaikan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Surabaya Ida Widayati. Dia juga membenarkan bahwa GEL sempat membela ibunya di hadapan polisi.
Baca Juga:
Usut Kematian Anak Afif Maulana, Anggota DPR Minta Kapolri Tak Tinggal Diam
"Ya karena dia memang kadang disayang, kadang digituin (disiksa). Itu yang sempat ditakutkan teman-teman pendamping dalam proses hukum ini. Tapi, kan, buktinya (kekerasan fisik) jelas. Secara fisik anak ini memang tatag (kuat) banget, nggak nangis terus," katanya.
Ida menambahkan bahwa gadis cilik itu sebenarnya adalah anak yang sangat penurut kepada ibunya. Bahkan anak itu tidak berani melawan apa yang telah diperintahkan ibunya, meski hal itu menyakiti dirinya. Ini terbukti setelah dirinya diminta berkumur air mendidih oleh sang ibu.
"Anak ini nurut banget, nggak berani ngelawan. Setelah disuruh kemu (berkumur) air mendidih itu terus (tetap) sekolah pakai masker. Untungnya sekolah tahu, kenapa kok maskeran, diminta buka. Ternyata luka mulutnya. Terus cerita sakit saat bajunya dibuka, (saat dilihat) melontok (melepuh) semua kulitnya," ujar Ida.
Setelah mendapati bekas luka itulah SD Negeri tempat GEL bersekolah melaporkan dugaan penganiayaan terhadap muridnya. Dilaporkan temuan itu kepada DP3A-PPKB hingga Ida meminta agar UPTD rumah aman atau shelter anak yang dikelola Dinsos Surabaya melaporkan hal itu ke polisi.
Akhirnya terungkap bahwa GEL kerap mengalami perbuatan kekerasan oleh ibu kandungnya sendiri di tempat tinggal mereka di Manyar Tirtoyoso Selatan VIII, Surabaya. Di rumah itu GEL diasuh ibunya yang tinggal dengan kekasihnya. Ida menyebut ayah GEL tidak jelas rimbanya.
"GEL tinggal dengan ibu dan pacar ibunya. Kalau untuk ayah kandungnya, seingat saya tidak jelas," ujarnya.
Tidak hanya disiram air panas, dipaksa kumur air mendidih, hingga giginya dicabut dengan tang, GEL juga kerap mendapatkan kekerasan dengan cara berbeda-beda setiap kali ACA, ibunya menganggap bocah itu melakukan kesalahan.
"Menurut saya ibunya sakit, ya. Setiap kesalahan anak dia lakukan penyiksaan beda-beda. Ada yang ditusuk gunting, dinyunyuk (disundut) rokok. Terakhir itu, telat bangun tangan diikat, disiram air panas mendidih ke badan," kata Ida.
Kini bocah perempuan itu terus diawasi oleh petugas DP3A-PPKB. Luka di tubuhnya juga sudah ditangani dan dirawat oleh petugas medis di RSUD dr Soewandhie Surabaya meski tidak harus menjalani rawat inap. Bila nanti lukanya sudah sembuh, Ida mengatakan dia juga akan menyiapkan psikolog untuk mendampingi.
Sementara, begitu kasus penyiksaan terhadap anak ini terungkap, polisi bergerak cepat menangkap sang ibu, ACA. Selain mengamankan perempuan itu polisi juga menyita sejumlah bukti baik alat pemanas air merek Mayama, alat pemukul anjing, 1 set seragam SD warna putih dan merah, dan lain-lain.
Atas perbuatan kejinya terhadap anak kandungnya sendiri ACA akan dijerat dengan Pasal 44 ayat (2) UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT dan atau Pasal 80 ayat (2) dan (4) UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan ke dua atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Ancamannya 10 tahun penjara.
[Redaktur: Alpredo Gultom]