WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kasus mengenaskan yang menimpa Angga Bagus Perwira (12) menyentak kesadaran publik akan lemahnya pengawasan di lingkungan sekolah, terutama saat jam rawan seperti waktu istirahat.
Ketika seharusnya suasana belajar tetap berada dalam kendali pihak pendidik untuk mencegah terjadinya kekerasan fisik maupun psikologis yang berujung pada tragedi.
Baca Juga:
Malam Keakraban Bersama PPPK Tahap II Formasi 2024, Ini Kata Bupati Dairi
Angga, siswa kelas VII SMP Negeri 1 Geyer, Grobogan, Jawa Tengah, dilaporkan meninggal pada Sabtu (11/10/2025) usai diduga mengalami serangkaian tindakan perundungan yang dilakukan teman sekelasnya.
Sebuah fakta yang konon bukan kejadian pertama karena korban disebut sudah berkali-kali mengalami ejekan dan kekerasan fisik sejak awal masuk sekolah.
Selama ini Angga dikenal sebagai anak pendiam dari Desa Ledokdawan, Kecamatan Geyer, namun ketenangannya justru menjadi alasan ia kerap menjadi sasaran perundungan.
Baca Juga:
Bupati Dairi Serahkan 346 SK PPPK Tahap II Formasi 2024
Hal ini sebagaimana diceritakan keluarga yang sejak dua bulan lalu sempat mengadu ke pihak sekolah lantaran tidak kuat melihat cucunya terus menjadi korban tekanan di kelas.
Kepala SMPN 1 Geyer, Sukatno, mengakui, pada 28/08/2025, nenek Angga sempat datang melaporkan soal perlakuan kasar dan ejekan verbal yang terjadi di kelas VII G.
Namun pihak sekolah mengklaim telah melakukan mediasi dan menyatakan masalah selesai karena pelaku kala itu dianggap sudah meminta maaf dan kembali berbaikan dengan Angga.
“Guru BK langsung menindaklanjuti dengan memberi bimbingan, mereka teman satu kelas, masalah selesai, pelaku sudah minta maaf, selanjutnya mereka berteman seperti biasa,” kata Sukatno, Senin (13/10/2025), saat ditemui di ruangannya.
Menurut Sukatno, dugaan perundungan yang terjadi kali ini dilakukan oleh pelaku berbeda meski masih berasal dari kelas VII G, sehingga pihak sekolah mengaku kecolongan karena merasa persoalan sebelumnya telah dianggap tuntas dan tidak disangka akan berujung pada kasus fatal yang merenggut nyawa.
“Beda pelaku dengan yang ini, kami sangat menyesal dan mohon maaf hal itu bisa terjadi, kami percayakan penanganan kasus ini kepada kepolisian,” ujarnya.
Sukatno mengaku syok berat mengetahui siswanya meninggal dalam kondisi tragis dan menyebut insiden tersebut terjadi saat jam istirahat kedua ketika pengawasan longgar dan guru belum kembali ke kelas.
“Saya syok dan prihatin, kenapa hal itu bisa terjadi, itu pas jam istirahat kedua, kami akan terus melakukan evaluasi meski sosialisasi soal bahaya bullying dan sebagainya sudah sering kita upayakan,” ucapnya.
Dugaan aksi perundungan itu berlangsung di teras depan ruang kelas VII G yang terletak di lantai dua gedung sekolah dan cukup jauh dari ruang guru, membuat potensi pengawasan makin terbatas tanpa kehadiran pendidik di sekitar lokasi.
Menurut Sukatno, kejadian berlangsung sekitar pukul 11.10 saat istirahat kedua dan baru diketahui setelah seorang siswa melapor ke guru, lalu korban segera dibawa ke UKS sebelum akhirnya dirujuk ke Puskesmas, namun pihak medis menyatakan Angga sudah tidak tertolong.
Ia menyebut kelas VII G merupakan kelas unggulan dengan 29 murid yang disebut paling berprestasi di antara seluruh kelas tingkat VII, sehingga pihak sekolah menyatakan sangat terpukul atas kenyataan bahwa kasus kekerasan justru muncul dari lingkungan yang dianggap paling disiplin dan berprestasi.
“Kelas VII G kelas paling baik dibanding kelas VII lainnya, kami memohon maaf sebesar-besarnya dan berduka cita atas meninggalnya siswa kami, Angga Bagus Perwira,” katanya.
Pascakejadian, pihak sekolah langsung melapor ke Polres Grobogan dan membawa jenazah ke RSUD Dr R Soedjati Soemodiardjo, Purwodadi, untuk dilakukan otopsi sesuai permintaan keluarga korban yang mendesak kejelasan penyebab kematian Angga.
Sukatno dan beberapa guru serta murid yang didampingi orangtua kemudian dimintai keterangan oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres Grobogan, sementara pihak sekolah menegaskan sikap mendukung proses hukum secara profesional.
“Kami dimintai keterangan di Unit PPA Satreskrim Polres Grobogan, kami sangat prihatin dan kami harap segera terungkap, kami percayakan kepada polisi,” tutur Sukatno.
Keluarga korban menuntut keadilan dan menyayangkan lemahnya pengawasan sekolah terhadap aktivitas siswa, terlebih kasus perundungan Angga sebelumnya sudah pernah masuk perhatian pihak sekolah namun tanpa tindakan pengawasan lanjut yang lebih tegas.
Sawendra (38), ayah Angga yang sudah dua dekade merantau bekerja di pabrik wilayah Cianjur, menegaskan tidak ada ruang maaf bagi para pelaku dan meminta proses hukum ditegakkan tanpa kompromi karena kasus ini menyangkut hilangnya nyawa seorang anak.
“Harapannya berlanjut seadil-adilnya, enggak ada kata maaf intinya, soalnya nyawa hubungannya ini, kalau bisa nyawa dibayar nyawa, tapi ini negara hukum, kita ikuti aturan yang berlaku, harus dihukum setuntas-tuntasnya,” ucap Sawendra.
Pujiyo, kakek korban, mengungkap, pihak medis menyebut adanya benturan keras di kepala bagian kanan dan kiri serta penggumpalan darah di otak, bahkan tengkorak bagian bawah disebut remuk, menunjukkan dugaan kuat kekerasan fisik berat sebelum Angga meninggal.
“Ada benturan kepala bagian kanan kiri, ada penggumpalan darah di otak dan tengkorak di bawah otak belakang remuk, kata dokternya seperti itu,” ungkapnya, Minggu (12/10/2025).
Keluarga berharap penyelidikan polisi tidak hanya berhenti pada pemeriksaan saksi, tetapi menindak para pelaku secara maksimal sebagai bentuk efek jera agar kasus serupa tidak kembali terjadi di dunia pendidikan.
“Hukum harus ditegakkan seadil-adilnya, biar ada efek jera juga,” tegas Pujiyo.
APR (12), teman satu angkatan Angga, menyatakan bahwa korban sempat terlibat baku hantam dengan salah satu teman kelasnya, El (12), pada Sabtu pagi (11/10/2025) saat jam ketiga pelajaran namun guru belum masuk kelas.
“Awal mulanya Angga diejek teman-temannya, lalu Angga tidak terima dan berkelahi, Angga dipukuli kepalanya dan kemudian berhenti, itu saat jam ketiga, tapi belum ada guru,” kata APR.
Ia menambahkan bahwa aksi perundungan tidak berhenti sampai di situ dan berlanjut menjelang tengah hari ketika Angga kembali dikerubungi dan dipaksa berkelahi dengan siswa lain berinisial AD (12) hingga kepalanya dipukul berkali-kali sebelum korban mengalami kejang dan akhirnya meninggal.
“Kamu beraninya sama siapa? Lalu Angga berkelahi dengan AD hingga kepala Angga kena pukul berkali-kali, dia kejang-kejang dan dibawa ke UKS tapi meninggal, saat itu jam pelajaran tapi guru belum datang,” ungkapnya.
Satreskrim Polres Grobogan menyatakan masih mendalami kasus ini dan mengumpulkan keterangan dari sembilan saksi termasuk enam siswa yang diperiksa bersama orangtua mereka serta menyita rekaman CCTV sekolah sebagai bahan penyelidikan.
Kasat Reskrim Polres Grobogan, AKP Rizky Ari Budianto, mengatakan, belum ada penetapan tersangka karena penyidik masih mencoba memastikan peran masing-masing siswa yang ada di lokasi kejadian agar tidak ada kekeliruan dalam menetapkan pelaku.
“Masih mendalami keterangan dari saksi-saksi, supaya tahu peran masing-masing yang ada di TKP,” jelasnya, Senin (13/10/2025).
Selain menggelar olah Tempat Kejadian Perkara dan pemeriksaan saksi, penyidik menerapkan pendekatan Sistem Peradilan Pidana Anak mengingat seluruh pihak yang terlibat masih di bawah umur, namun tetap menekankan pentingnya ketelitian agar keadilan tetap tegak.
“Harus benar-benar teliti karena ini anak-anak,” pungkas Rizky.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Grobogan, Purnyomo, mengaku sangat prihatin dengan kasus ini dan meminta proses evaluasi menyeluruh di sekolah agar sistem pengawasan diperketat dan tragedi serupa tidak kembali menimpa siswa lain.
“Kami sangat prihatin dan menyesalkan kejadian itu bisa terjadi, ini jadi bahan evaluasi kami supaya hal serupa tidak terulang, kami ucapkan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga Angga Bagus Perwira dan semoga polisi bisa mengungkap tuntas,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, meminta Kemendikdasmen melakukan investigasi berdasarkan Permendikbud Ristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan sebagai bagian dari tanggung jawab negara dalam melindungi anak di lingkungan sekolah.
“Kita tentu tegas menolak segala bentuk kekerasan di dunia pendidikan dan mendorong Kemendikdasmen untuk segera melakukan investigasi menyeluruh,” kata Lalu, Senin (13/10/2025).
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]