WahanaNews.co | Polres Bogor bersama dengan Polda Jawa Barat sukses mengungkap peredaran tembakau sintetis asal Cina dengan barang bukti seberat 23,34 kilogram senilai Rp 23 miliar. Sebanyak tujuh orang pengedar langsung diamankan.
"Ini pengembangan dari tersangka IB dan DN yang kami tangkap pada 19 Juli 2021 lalu dengan barang bukti 1,43 kilogram biang sintetis," kata Kapolres Bogor AKBP Harun saat konferensi pers, di Mapolres, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jumat (10/9/2021).
Baca Juga:
Industri Tembakau Dinilai Berperan Sebagai Penggerak Ekonomi di Daerah
Hasil pengembangan terhadap tersangka IB (21) dan DN (31), kemudian pada 21 Agustus 2021 petugas dari Polres Bogor menangkap tersangka MF (22) yang berstatus daftar pencarian orang (DPO) karena memasok biang sintetis kepada IB dan DN.
MF (22) yang merupakan pegawai sebuah kedai di Bandung, ditangkap bersama adik sepupunya yang juga berinisial MF (20). Polisi menyita sebanyak 15,35 kilogram biang sintetis dari kedua tersangka tersebut.
Harun menyebutkan, hasil pengembangan terhadap tersangka MF, pada 26 Agustus 2021 polisi kembali menangkap tersangka LP (23) seorang mahasiswa yang merupakan kaki tangan MF di kawasan Bintaro, Tangerang. Polisi menyita 3,6 kilogram biang sintetis dari tersangka LP.
Baca Juga:
Polda Jambi Gelar Upacara Sertijab Karo Ops, Dir Intelkam, Kapolres Batanghari dan Kapolres Bungo
Selanjutnya, pada hari yang sama, polisi juga menangkap tersangka kakak beradik AD (23) dan AR (24) yang juga kaki tangan MF di Jakarta Selatan. Polisi menyita 2,95 kilogram biang sintetis dari keduanya yang masih berstatus sebagai mahasiswa.
Secara keseluruhan Polres Bogor berhasil mengumpulkan barang bukti biang sintetis sebanyak 23,34 kilogram, yang jika diproduksi bisa menghasilkan sebanyak 800 kilogram tembakau sintetis.
"Cara mereka untuk bisa memesan dan mendistribusikan lewat instagram, dengan akun-akun tertentu. Ada beberapa akun. Kami masih dalami proses dari China ini masuk ke Indonesia," kata Harun.
Para tersangka penyalahgunaan narkoba tersebut terancam dikenakan Pasal 144 ayat 2 dan Pasal 112 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau penjara minimal lima tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda minimal Rp1 miliar dan maksimal Rp10 miliar. [rin]