WAHANANEWS.CO, Jakarta - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran menyambut baik langkah pemerintah yang menargetkan Indonesia bebas sampah laut pada 2029. Target tersebut dinilai sejalan dengan upaya menjaga ekosistem sekaligus masa depan pangan nasional.
Ketua Umum MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa masalah sampah laut ini tidak bisa dipandang remeh.
Baca Juga:
DPRD Jambi Sidak PT Usaha Mitra Batanghari, Diduga Sebabkan Pencemaran Sungai dan Ganggu UMKM
“Kalau kita bicara 20 juta ton per tahun, itu sama saja dengan bom waktu yang bisa melumpuhkan masa depan sumber daya laut Indonesia. Karena itu, target pemerintah untuk menjadikan laut kita bebas sampah pada 2029 harus kita dukung sepenuhnya,” ujarnya di Jakarta, Jumat (19/9/2025).
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan, setiap tahun Indonesia menghadapi “tsunami sampah” sebesar 20 juta ton yang mengalir ke laut.
Angka tersebut berasal dari 16 juta ton sampah darat yang masuk ke perairan, ditambah 4 juta ton sampah hasil aktivitas di laut.
Baca Juga:
Diduga Impor limbah B3, KLH Hentikan Operasional Pabrik di Serang
Tohom mengapresiasi langkah KKP yang menargetkan pengurangan sampah laut secara bertahap, mulai dari 8 juta ton pada 2026 hingga 14 juta ton pada 2029.
Menurutnya, target ini sejalan dengan misi menjaga keberlanjutan pangan nasional melalui sektor perikanan.
“Laut bukan hanya soal ekosistem, tapi juga dapur bagi jutaan nelayan dan masyarakat pesisir. Kalau ekosistem hancur, maka mata pencaharian pun ikut hilang,” katanya.
Lebih jauh, Tohom menilai bahwa sinergi lintas kementerian dan daerah yang sudah dirintis melalui nota kesepahaman antara KKP, Pemprov Bali, Pemprov DKI Jakarta, Kementerian PUPR, dan Dinas Lingkungan Hidup adalah langkah strategis yang harus diperluas ke wilayah lain.
“Kunci keberhasilan ada pada konsistensi eksekusi di lapangan. Jangan sampai target hanya berhenti di atas kertas tanpa realisasi,” tegasnya.
Tohom yang juga Pengamat energi dan Lingkungan ini mengatakan bahwa persoalan sampah laut tidak bisa dilepaskan dari pola konsumsi dan tata kelola energi yang ramah lingkungan.
“Ketika energi kita masih boros plastik sekali pakai dan belum maksimal dalam mengolah limbah, maka laut akan tetap jadi tempat pembuangan terakhir. Harus ada reformasi sistemik, mulai dari industri hingga rumah tangga,” paparnya.
Ia menambahkan, gerakan masyarakat harus diperkuat agar target pemerintah tidak hanya menjadi agenda birokrasi semata.
“Pemerintah bisa buat target, tapi masyarakatlah yang menentukan keberhasilan. Edukasi, regulasi yang tegas, dan insentif bagi praktik ramah lingkungan harus berjalan bersama,” ujar Tohom.
Dengan adanya komitmen ini, Tohom berharap Indonesia tidak hanya keluar dari krisis sampah laut, tetapi juga mampu menjadi contoh bagi negara berkembang lain.
“Kalau kita berhasil, maka dunia akan melihat bahwa Indonesia benar-benar pemimpin dalam menjaga lautnya,” pungkasnya.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]