WahanaNews.co | Pendiri Drone Emprit and
Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi,
menyampaikan, netizen tidak tertarik membahas isu
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dari hasil riset percakapan netizen di
media sosial Twitter, ia mengatakan, warganet Indonesia lebih tertarik membahas isu "babi ngepet" yang sempat menghebohkan warga Depok, Jawa Barat.
Baca Juga:
Ketua PWI Subulussalam Sebut Peran Pers Pilkada, Mengedukasi Pemulih dan Cegah Berita Hoax
"Bagi publik, topik terkait riset dan inovasi tidak menarik bagi mereka.
Meski ini sangat penting bagi kemajuan bangsa, tapi tampaknya minat dan
pemikiran mereka belum sampai ke sana. Mereka lebih berminat dengan itu babi
ngepet yang memperlihatkan kemunduran berpikir," ujar Ismail lewat Twitter, Senin (3/5/2021).
Ismail menyampaikan, data SNA memperlihatkan ada tiga klaster besar dalam peta
perbincangan BRIN dan babi ngepet, yakni dari kalangan pro-kontra pemerintah.
Tapi, dalam topik BRIN, klaster pro-pemerintah lebih kecil.
Baca Juga:
Foto-Video Mesra Khenoki Waruwu dan Kadis Pariwisata Beredar di Medsos, Plt. Bupati Nias Barat: Memalukan!
Ismail menyebut klaster ketiga sangat
besar ukurannya, tapi bukan bagian dari pro-kontra, melainkan klaaster netizen
umum.
Dari warna node biru, tampak
kebanyakan dari mereka membahas isu "babi ngepet".
Hanya sedikit yang berwarna orange
tentang BRIN.
Terkait hal itu, Ismail menilai publik
lebih suka membahas small talk selama
itu bersifat kontroversial.
Menurutnya, hal itu berbahaya, karena ke depan publik akan mudah dialihkan perhatiannya dari
hal-hal besar dan esensial bagi masa depan bangsa.
Ismail juga menyinggung para akademisi
yang tidak berminat atau berani menyampaikan pemikirannya secara terbuka,
membangun diskursus di kalangan cendekiawan dan publik tentang isu penting
di media sosial.
Dia menduga, peneliti
lebih aktif di lingkungan tertutup, seperti WA group dan webinar.
Dari SNA, dia berkata, tampak bahwa hanya klaster kontra-pemerintah
yang banyak dan konsisten mengangkat isu BRIN.
Dia melihat, mereka
tak banyak yang membahas "babi ngepet".
Jika klaster ini tidak bersuara, dia
memprediksi medsos Indonesia sudah ditutup oleh isu "babi
ngepet" yang sempat menghebohkan warga Depok.
"Semoga ini bukan tanda 'matinya
kepakaran' di Indonesia. Kalau iya, yang rugi adalah seluruh bangsa ini,"
ujar Ismail. [qnt]