WAHANANEWS.CO, Jakarta - Raja Ampat kembali menjadi sorotan publik nasional, kali ini bukan karena keindahan lautnya, melainkan lantaran aktivitas pertambangan nikel yang disebut-sebut merusak alam dan pariwisata kawasan tersebut.
Polemik ini memicu reaksi keras dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, yang menuding ada pihak asing yang tidak senang dengan program hilirisasi yang digencarkan pemerintah.
Baca Juga:
Kolaborasi Bersama RSUD, GMB Raja Ampat Sukses Gelar Aksi Donor Darah Jelang Hut Ke-3
"Saya katakan bahwa ada pihak-pihak asing yang tidak senang atau kurang berkenan dengan proyek hilirisasi ini," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (7/6/2025).
Menurutnya, kampanye negatif terhadap tambang nikel merupakan bagian dari strategi pihak luar yang tak suka Indonesia mengolah sumber dayanya sendiri.
Sebagai respons, Bahlil memutuskan untuk mencabut sementara Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT GAG Nikel, anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk. (Antam), yang beroperasi di kawasan Raja Ampat.
Baca Juga:
DPRK Raja Ampat Desak Pemkab Segera Realisasikan APBD TA 2025 yang Belum Terserap Baik
Keputusan ini diambil untuk memberikan waktu verifikasi langsung oleh tim Kementerian ESDM.
"Saya ingin ada objektif. Nah, untuk menuju ke sana agar tidak terjadi kesimpang siuran maka kami sudah memutuskan lewat Dirjen Minerba untuk status daripada IUP PT GAG, kami untuk sementara kita hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapangan," tegasnya, Kamis (5/6/2025).
Diketahui, terdapat lima IUP aktif di wilayah Raja Ampat. Namun hanya satu yang masih beroperasi, yaitu PT GAG Nikel yang mengantongi izin sejak 2017.
Bahlil menjelaskan, sejumlah media telah menampilkan foto-foto yang mengesankan aktivitas tambang terjadi di tengah kawasan wisata utama seperti Pulau Panemo.
Namun menurutnya, lokasi tersebut cukup jauh dari lokasi tambang sebenarnya.
"Saya sering ke Raja Ampat. Pulau Panemo dengan PT Pulau GAG itu kurang lebih sekitar 30 km sampai dengan 40 km," katanya.
Ia memastikan akan turun langsung ke lokasi untuk mengecek kebenaran laporan tersebut.
Kebetulan, Bahlil memang berencana mengunjungi Sorong dalam waktu dekat untuk mengecek sumur-sumur minyak dan gas di wilayah Kepala Burung seperti Fak-Fak dan Bintuni.
"Saya sendiri akan turun, tapi mungkin sambil itu saya akan mengecek langsung di lokasi Pulau GAG," ujarnya.
Meski meminta publik menahan diri, Bahlil tak menampik adanya persoalan sosial dan budaya yang belum terselesaikan oleh perusahaan tambang.
"Saya melihat ada kearifan-kearifan lokal yang belum disentuh dengan baik. Jadi saya akan coba untuk melakukan evaluasi," ucapnya di sela acara di Jakarta International Convention Center, Senin (3/6/2025).
Ia menegaskan bahwa Papua memiliki status otonomi khusus, sehingga semua pihak, baik BUMN maupun swasta, wajib mematuhi peraturan daerah.
"Saya ada rapat dengan dirjen, saya akan panggil pemilik IUP, mau BUMN atau swasta, kita memang harus menghargai karena di Papua itu kan ada otonomi khusus sama dengan Aceh. Jadi perlakuannya juga khusus," ujarnya.
Evaluasi mendalam akan dilakukan sebelum pemerintah mengambil keputusan akhir.
Jika terbukti ada pelanggaran terhadap dokumen Amdal atau aturan lokal, bukan tak mungkin izin operasional akan dicabut permanen.
"IUP-nya sebelum saya jadi Menteri ESDM. Nanti tambangnya itu kita akan sesuaikan dengan Amdal saja," tutupnya.
Langkah ini memperlihatkan sikap tegas pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam dan pelestarian lingkungan serta kearifan lokal, terutama di wilayah sensitif seperti Raja Ampat.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]