"Dampaknya, PLN bisa mengoptimalkan penyerapan pemanfaatan, mendorong FABA
digunakan sebagai sumber daya material, dan menekan pengeluaran anggaran,"
terangnya.
Untuk itu, PLN akan berkoordinasi
dengan Kementerian PUPR serta BUMN karya agar FABA bisa dimanfaatkan secara
maksimal setelah dikeluarkan dari limbah beracun.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
"Berharapnya manajemen
pengelolaan FABA di lapangan akan semakin mudah dan murah," ucapnya.
Pembangkit listrik milik PLN sendiri
saat ini memang masih didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan
bakar batu bara.
Berdasarkan data dari bahan paparan
PLN kepada Komisi VII DPR pada November 2020 lalu, disebutkan bahwa porsi PLTU
masih mayoritas, yakni 50,4 persen atau kapasitas
31.827 MW.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Disusul oleh pembangkit Energi Baru
Terbarukan (EBT) sebesar 12,6 persen atau kapasitas 7.992 MW, dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) sebesar 10,7 persen atau
kapasitas 12.137 MW.
Namun, perusahaan setrum itu berencana
meningkatkan porsi pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT), dan sebaliknya
menurunkan pembangkit energi fosil.
Tercatat, pada periode
2000-2019, pertumbuhan pembangkit fosil 6,6 persen. Namun, pada 2020-2029, targetnya bisa diturunkan menjadi hanya 3,6 persen.