WahanaNews.co, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menilai kebijakan substitusi biomassa yang gencar dilakukan oleh Indonesia menjadi upaya konkret dalam memangkas emisi pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU berbahan bakar batu bara.
"Co-firing PLTU batu bara merupakan upaya alternatif mengurangi penggunaan batu bara dengan mengganti sebagian batu bara dengan biomassa untuk mencapai target netralitas karbon," kata Periset Teknologi Pertambangan BRIN Datin Fatia Umar dalam seminar bertajuk materi lokal untuk mendukung net zero emission yang dipantau di Jakarta, Rabu (01/11/23).
Baca Juga:
Pemkab Batang Apresiasi Kontribusi PT Bhimasena Power dalam Layanan Kesehatan dan Pembangunan
Tak hanya mendukung kontribusi energi baru terbarukan pada bauran energi nasional, program substitusi biomassa juga berdampak positif terhadap pengembangan ekonomi kerakyatan yang produktif melalui penciptaan ekosistem listrik kerakyatan yang melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif.
Datin mengatakan substitusi biomassa adalah teknologi paling sederhana dan murah dibandingkan penerapan teknologi batu bara bersih pada pembangkit listrik (IGCC) dan teknologi penangkapan karbon (CCS/CCUS).
Menurutnya, teknologi co-firing biomassa bisa langsung dikerjakan dan diterapkan di dalam negeri.
Baca Juga:
Usut Tuntas Skandal Proyek PLTU 1 Kalbar, ALPERKLINAS: Jangan Sampai Pasokan Listrik ke Konsumen Terhambat
Indonesia memiliki potensi biomassa dari hutan tanaman energi sekitar 991 ribu ton, serbuk gergaji 2,4 juta ton, serpihan kayu 789 ribu ton, sekam padi 10 juta ton, tandan buah kosong 47,1 juta ton, dan sampah rumah tangga 68,5 juta ton.
"Nilai kalor batu bara memang lebih tinggi dibandingkan produk biomassa, sehingga hal ini menjadi bahan pertimbangan saat pencampuran batu bara dengan biomassa di PLTU," ujar Datin.
Dalam peta jalan energi nasional, pemerintah terus mendorong peningkatan pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi untuk menurunkan produksi emisi dari pembakaran batu bara.