WahanaNews.co, Jakarta - Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI), Satrio Wibowo, diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini. Setelah diperiksa, dia mengomentari pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 dan dugaan penggelembungan harga yang tengah diselidiki KPK.
Adapun Satrio merupakan salah satu tersangka di kasus ini. Ia menyebutkan awalnya pada saat itu kondisi darurat sehingga tidak ada lelang dalam proses pembelian APD.
Baca Juga:
Korupsi APD Covid Negara Rugi Rp24 Miliar, Eks Kadinkes Sumut Divonis 10 Tahun Bui
"Saat itu kondisi darurat, jadi memang APD diambil oleh tentara. Jadi kita ditunjuk langsung karena pada saat itu kita penguasa barangnya," ucap Satiro setelah diperiksa di gedung KPK, Jumat (19/4/2024).
Satrio menyebutkan, pada saat proses perusahaannya dipilih untuk memasok APD, ada KPK di sana. Dia pun menyayangkan kenapa KPK tidak memberhentikan di awal jika ada dugaan korupsi.
"KPK sebagai pencegahan saya agak kecewa ya, dia ikut rapat tapi tidak secara tegas setop atau segera hentikan," kata dia.
Baca Juga:
Kasus Korupsi APD Covid-19: Mantan Kadinkes Sumut Dituntut 20 Tahun Penjara
"Kita sudah sempat keluar ruangan rapat. Kalau mau mencari harga yang menurutnya bisa murah silakan, kami sudah mundur. Tapi karena kondisi darurat, kami dipanggil lagi," tuturnya.
Satrio mengatakan dia dikenai pasal memperkaya diri sendiri dan korporasi. Padahal, menurut dia, dari sisi pengusaha, tentu saja dia akan mencari untung.
"Yang pasti ada porsi keuntungan. Ya kita juga belum tahu nih, proses kerugian negara itu berapa sih? jadi kerugian negara sendiri belum nyata berapa. Karena kami jual beli dengan harga yang disepakati," tuturnya.
Kata KPK
Sementara itu, di kesempatan yang berbeda, KPK mengatakan ketika masa pandemi COVID-19, pihaknya telah mengeluarkan surat edaran terkait pengadaan barang jasa (PBJ). Di sana, dicantumkan aturan mengenai PBJ saat masa COVID-19.
"Kalau teman-teman ingat ketika awal COVID, KPK mengeluarkan SE. Silakan cek lagi, ada SE mengenai bagaiamana pelaksanaan PBJ pada saat COVID-19," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di gedung Merah Putih KPK, Jumat (19/4).
KPK membenarkan pihaknya ada ketika proses pengadaan barang, seperti yang disampaikan Satrio. Ali mengatakan koordinasi juga dilakukan dengan instansi lainnya.
"Betul, KPK pasti ikut di situ dalam proses pengadaan terkait penanggulangan COVID, di mana pun tak hanya APD Kemenkes. Ya dalam rangka bersama-sama dengan BPKP, dari awal kami kan koordinasi dengan BPKP, LKPP untuk proses pengadaan," ungkapnya.
Namun, jika ada perbuatan melawan hukum, Ali mengatakan itu adalah persoalan lain. Dia mengatakan ada KPK saja tetap terjadi korupsi, apalagi tidak ada.
"Adapun kemudian ternyata ada perbuatan melawan hukum kan lain persoalan. Ketika justru sudah di awal ada KPK di sana, pun ada info perbuatan melawan hukum, coba dipikir dibalik. Kalau nggak ada KPK lebih parah lagi," sebutnya.
Diketahui, kasus dugaan korupsi APD terjadi saat Indonesia dilanda pandemi COVID-19, yakni pada 2020. Di masa sulit itu, APD menjadi barang yang sangat dibutuhkan bagi para tenaga medis.
Dalam penyelidikan kasusnya, KPK sudah menetapkan tersangka. Tersangka dalam kasus ini lebih dari satu.
"KPK sedang melakukan proses penyidikan dugaan APD untuk COVID-19 di Kementerian Kesehatan RI tahun anggaran 2020-2022," kata Ali di gedung KPK, Jakarta Selatan pada Jumat (10/11/2023).
Ali mengatakan nilai proyek kasus itu mencapai Rp 3,03 triliun untuk pengadaan 5 juta set APD. Kerugian negara dalam kasus ini diduga mencapai Rp 625 miliar.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]