WahanaNews.co | Hati Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan berguncang hebat
saat mengetahui ada sejumlah anggota satuan elite Komando Pasukan Khusus
(Kopassus), yang merupakan anak buahnya, pergi meninggalkannya.
Mengetahui hal ini, Luhut marah besar, lantaran ia sama sekali tak bisa berbuat apa-apa.
Baca Juga:
Prabowo Perintahkan TNI Kirim 20.000 Personel ke Gaza
Bisa dipastikan bahwa Luhut adalah
salah satu putra terbaik bangsa yang lahir dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan
Darat (TNI AD).
Luhut bahkan merupakan salah satu
prajurit TNI terbaik yang besar namanya di Kopassus.
Saat masih bernama Komando Pasukan
Sandhi Yudha (Kopassandha), sejumlah prajurit Korps Baret Merah memiliki peran
sentral dalam menjalankan Operasi Seroja di Timor-Timur.
Baca Juga:
TNI Gempur Markas OPM, Lamek Taplo Tumbang Bersama 3 Pengikutnya
Saat dimulainya Operasi Seroja, 7
Desember 1975, Luhut adalah salah satu perwira Kopassus yang menjabat sebagai
Komandan Tim Grup 1 Para Komando Satuan Lintas Udara, yang ikut serta dalam
penerjunan.
Namun demikian, ternyata ada kisah
haru di balik proses penerjunan ke daerah musuh itu.
Dikutip dari catatan Luhut di akun Facebook pribadinya, pada saat hari
pertama serangan ke Timor-Timur, Luhut justru gagal ikut.
Mengapa bisa?
Saat hendak melakukan penerjunan,
ternyata pesawat C-130B Hercules yang ditumpanginya dan anak buahnya mendapat
serangan dari bawah.
Akibatnya, pesawat pun menjauh dari
wilayah daratan dan terbang menuju laut di wilayah udara Pulau Alor.
Diungkap Luhut, ada kesalahan data
intelijen yang menyebut bahwa pasukan pemberontak Front Revolusi Kemerdekaan
Timor-Leste (Fretilin) memiliki senjata penangkis serangan udara salah besar.
"Ketika giliran saya untuk melompat tiba, saya tinggal menunggu aba-aba
dari jump-master. Tetapi tiba-tiba terasa pesawat miring. Bunyi bel berdering
panjang juga berhenti dan dua orang jump master di pintu kiri dan kanan
Hercules menyilangkan kaki ke pintu, sementara load master buru-buru menutup
pintu. Lho, ada apa? Saya bertanya-tanya," tulis Luhut.
"Rupanya informasi intel yang tidak tepat sebelumnya tentang adanya
senjata penangkis udara di lapangan terbang Dilli dan adanya tembakan gencar
dari bawah yang mengenai pesawat Hercules yang kami naiki mempengaruhi pilot
untuk segera menyingkir dari wilayah di atas lapangan terbang. Yang paling aman
tentulah terbang ke arah laut," lanjutnya.
Pesawat yang ditumpangi Luhut dan anak
buahnya akhirnya berputar arah dan mendarat di Pangkalan Udara Penfui, Kupang,
Nusa Tenggara Timur (NTT).
Luhut dan 78 orang anggota Kopassandha
pun gagal terjun untuk menjalankan tugas.
Saat tiba di Pangkalan Udara Penfui,
Luhut menyaksikan sendiri ada beberapa bagian pesawat yang rusak akibat
berondongan tembakan pemberontak Fretilin.
Tak hanya itu, seorang load master (awak udara di pesawat sipil
atau pesawat angkut militer yang ditugaskan untuk memuat, mengangkut, dan
menurunkan muatan udara secara aman), tewas akibat terkena tembakan.
"Menghentikan penerjunan menyebabkan 78 orang anggota Kopassandha tidak
bisa terjun, dan semua "terpaksa" terbawa ke Kupang. Ketika mendarat
di pangkalan udara Penfui, saya baru tahu ada sejumlah peluru tembakan dari
bawah yang menyebabkan kerusakan kecil di sejumlah C-130B," lanjut
Luhut.
"Bahkan seorang load master di Hercules yang lain tewas terkena peluru
yang ditembakkan dari bawah. Kasus seperti itu memang jarang sekali terjadi,"
katanya.
Sebagai seorang komandan, Luhut jelas
tak senang dengan situasi itu.
Apalagi, Luhut tahu persis bahwa ada
beberapa anak buahnya yang sudah terjun ke daratan untuk menjalankan tugas.
Luhut mengakui, perasaannya sangat
jengkel dan khawatir saat itu. Pasalnya, ia sama sekali tak tahu nasib anak
buahnya yang sudah terjun.
Sementara, di sisi
lain, ia masih berada dalam kondisi aman dan tak bisa berbuat banyak untuk
memimpin anak buahnya yang sudah bertempur lebih dulu.
"Perasaan saya sendiri campur-aduk. Antara kesal, marah, khawatir semua
bercampur baur di dalam kabin pesawat C-130B tersebut. Sejumlah anak buah saya
telah terjun dan mungkin sudah terlibat tembak-menembak, dan mungkin juga telah
menjadi korban. Sementara saya tak berdaya serta malahan tidak mampu memimpin
mereka merebut sasaran yang ditentukan," ucap Luhut lagi. [qnt]