WahanaNews.co | Anggota Panitia Kerja Pengawasan Vaksin Komisi IX DPR, Nur Nadlifah, mempertanyakan cara skema pemerintah dalam pengadaan vaksin Covid-19 untuk kebutuhan dalam negeri.
Nur mempertanyakan, mengapa pengadaan vaksin halal seperti Sinovac sangat sedikit sekali jika dibandingkan Pfizer, Moderna, dan Astrazeneca.
Baca Juga:
Konsumen Muslim Minta Kemenkes Segera Pisahkan Vaksin Halal dan Non-Halal
"Kalau saya lihat dari 3 skema itu, Pengadaan vaksin sinovac ini kenapa kecil. Padahal vaksin ini yang sudah mendapatkan fatwa halal MUI," ujar Anggota DPR dari Fraksi PKB ini saat RDP dengan Kemenkes dan Kemenlu, Rabu (30/3/2022).
Terlebih, mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, yang tentunya lebih memilih menggunakan vaksin halal.
"Saya menemukan di lapangan banyak masyarakat tidak mau divaksin booster karena masih menunggu vaksin halal. Kalau di Arab Saudi, pfizer dinyatakan halal, kenapa kita tidak bekerjasama dengan mereka. Tentu juga harus melibatkan MUI," tegas dia.
Baca Juga:
Yayasan Konsumen Muslim Indonesia Belum Puas Soal Vaksin Covid Halal
"Kalau pemerintah menginginkan banyak masyarakat divaksin booster maka pemerintah harus menyediakan pilihan halal," sambungnya.
Apalagi, kata Nadlifah, saat ini bukan lagi dalam kondisi darurat.
Berbeda kondisinya saat pandemi Covid varian Delta seperti tahun lalu, di mana Indonesia tidak ada pilihan vaksin lain.
"Jika memang pemerintah tidak ada lagi anggaran untuk pengadaan vaksin halal, mengapa vaksin yang ada saat ini tidak dimintakan fatwa halalnya ke MUI," tutur dia.
Terkait hal itu, Dirjen Farmalkes Kemenkes, Lucia Rizka Andalusia, memberikan penjelasan.
Menurutnya, pemerintah terus berupaya untuk menyediakan vaksin halal.
Namun, pada anggaran 2022 tidak ada alokasi untuk pengadaan vaksin lagi.
"Anggaran tahun ini hanya untuk melunasi pembayaran sesuai perjanjian pengadaan vaksin 2021," jelas Lucia. [gun]