WahanaNews.co | Politikus
PDIP Effendi Simbolon menyalahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ogah
memberlakukan lockdown. Namun, PPP menilai Jokowi telah membuat kebijakan
sesuai dengan kondisi Indonesia.
Baca Juga:
Mustikaningrat Tampil Memukau, Visi Ekonomi Sumedang Sugih Jadi Sorotan Debat Pilkada
"Kebijakan pemerintah menyesuaikan dengan kondisi di
Indonesia," ujar Ketua DPP PPP Achmad Baidowi atau Awiek kepada wartawan,
Sabtu (31/7/2021).
Awiek mengatakan keputusan lockdown seperti buah simalakama.
Sebab, menurutnya, banyak hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan.
"Ini ibarat buah simalakama, dimakan salah tidak
dimakan salah. Kalau dilakukan lockdown sesuai UU karantina kesehatan, maka
segala kebutuhan warga ditanggung negara, termasuk pakan ternak. Apakah negara
mampu? Kalaupun mampu, apakah efektif?" kata Awiek.
Baca Juga:
Sengaja Dihapus, Foto Rano Karno Bersama Terduga Kasus Judi Online Lenyap dari Instagram
Dia menilai beberapa negara telah melakukan lockdown untuk
menangani pandemi. Namun, justru angka kasus COVID-19 tetap tinggi meski
lockdown terus menerus dilakukan.
"Kita bisa bandingkan dengan negara-negara sahabat yang
melakukan lockdown sejak tahun lalu, ternyata penyebaran COVID juga tak
terkendali. Bahkan lockdown terus diperpanjang, tapi angka COVID-nya masih
tinggi," tuturnya.
Effendi Simbolon
Salahkan Jokowi
Sebelumnya, pakar epidemiologi asal Universitas Indonesia
(UI) Pandu Riono menyebut Indonesia sedang menuju jalur jebakan pandemi yang
semakin dalam.
Politikus PDIP Effendi Simbolon menyalahkan Presiden Jokowi
yang tidak mau menerapkan lockdown sejak awal pandemi COVID-19.
"Pemerintah sejak awal tidak menggunakan rujukan sesuai
UU Karantina itu, di mana kita harusnya masuk ke fase lockdown. Tapi kita
menggunakan terminologi PSBB sampai PPKM. Mungkin di awal mempertimbangkan dari
sisi ketersediaan dukungan dana dan juga masalah ekonomi. Pada akhirnya yang
terjadi kan lebih mahal ongkosnya sebenarnya, PSBB itu juga Rp 1.000 triliun
lebih ya di tahun 2020 itu," ujar Effendi kepada wartawan, Sabtu
(31/7/2021).
"Presiden tidak patuh konstitusi. Kalau dia patuh sejak
awal lockdown, konsekuensinya dia belanjakan itu. Sebulan Rp 1 juta saja kali
70 masih Rp 70 triliun. Kali 10 bulan saja masih Rp 700 triliun. Masih di bawah
membanjirnya uang yang tidak jelas ke mana larinya. Masih jauh lebih efektif
itu daripada vaksin," sambungnya.
Effendi membeberkan sudah banyak negara lain yang sukses
mengatasi pandemi COVID-19 dengan cara lockdown. Dia mengatakan virus Corona
itu bisa dicegah penularannya dengan cara semua orang tetap berada di rumah.
Hanya, kata Effendi, alih-alih memilih lockdown, Indonesia
justru menerapkan PPKM. Effendi menyatakan hasil dari PSBB hingga PPKM hanya
"nol" dan cenderung minus.
Jebakan Pandemi
Sebelumnya, Pandu Riono mengatakan Indonesia sedang menuju
jalur jebakan pandemi (pandemic trap) yang semakin dalam. Dia menilai saat ini
RI belum memiliki penanganan pandemi secara terencana dan target yang jelas.
Pendapat itu disampaikan Pandu Riono melalui cuitan di akun
Twitter-nya, @drpriono1. Dalam cuitan itu, dia menyebut (mention) akun Twitter
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Pak @jokowi Indonesia sedang menuju jalur Jebakan
Pandemi (Pandemic Trap) yg semakin dalam dan semakin sulit bisa keluar dengan
lebih cepat. Respon kendali tak bisa dg tambal-sulam spt sekarang. Pilihannya
hanya satu, kendalikan pandemi dg 3M, Tes-Lacak-Isolasi dan Vaksinasi,"
tulis Pandu di Twitter seperti dilihat, Jumat (30/7).
Saat dihubungi, Pandu menjelaskan lebih lanjut alasan
menyebut RI sedang menuju jebakan pandemi itu. Dia menyebut saat ini RI belum
berhasil mengendalikan pandemi.
"Karena kan sampai sekarang kan kita belum berhasil
mengendalikan pandemi, nggak beres-beres. Nggak ada tanda-tanda bahwa kita akan
berhasil pakai cara apa pun. Artinya kita bisa lama sekali baru bisa
menyelesaikan pandemi. Jadi Pak Jokowi sudah berakhir masa jabatannya mungkin
juga belum selesai," kata Pandu saat dihubungi. [qnt]