WahanaNews.co | Temuan terbaru, informasi adanya gas air mata kedaluwarsa yang digunakan polisi di tragedi Kanjuruhan.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Baca Juga:
Ingat Suporter Mengerang di Kanjuruhan, Panpel Arema FC Menangis
Kini, Komnas HAM tengah menyelidiki lebih lanjut soal fakta tersebut.
Temuan Info Gas Air Mata Kedaluwarsa di Tragedi Kanjuruhan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendapatkan informasi bahwa gas air mata yang ditembakkan polisi saat tragedi Kanjuruhan adalah gas air mata yang sudah kedaluwarsa.
Baca Juga:
Sidang Kanjuruhan, Ahli: Gas Air Mata Tak Bisa Dideteksi di Jenazah
Kini, Komnas HAM tengah mencari tahu lebih lanjut fakta soal gas yang bikin sesak napas dan mata perih itu.
"Kita mendapatkan informasi memang itu kedaluwarsa, ada yang ditemukan kedaluwarsa. Ini sedang kita dalami," kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, dilansir dari detikcom, Senin (10/10/2022).
Berdasarkan informasi yang didapat Komnas HAM, gas air mata itu dibikin pada 2016 dan kedaluwarsa pada 2019.
Satu hal yang sudah dipastikan oleh Komnas HAM, efek gas air mata berperan vital dalam tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur.
Peristiwa itu mengakibatkan setidaknya 131 orang meninggal dunia dan ratusan orang lainnya luka-luka.
"Penyebab banyaknya kematian itu penting. Kalau melihat dinamikanya, memang gas air matalah yang menjadi pemicu utama korban berjatuhan," kata Anam.
Polri Akui Ada Gas Air Mata Kedaluwarsa di Tragedi Kanjuruhan
Perihal temuan info gas air mata Kedaluwarsa di tragedi Kanjuruhan, Polri membenarkan hal tersebut.
Gas air mata itu disebut telah kedaluwarsa pada tahun 2021.
"Ada beberapa yang ditemukan (kedaluwarsa), ya. Yang tahun 2021 ada beberapa," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Senin (10/10/2022).
Dedi mengatakan pihaknya belum mengetahui berapa jumlah gas air mata yang kedaluwarsa. Namun, dia menyebut gas air mata yang kedaluwarsa justru efeknya berkurang dari seharusnya.
"Saya masih belum tahu jumlahnya. Tapi itu yang masih didalami, tapi ada beberapa. Tapi sebagian besar yang digunakan, ya tiga jenis ini yang digunakan," ujarnya.
Tanggapan Polri soal efek gas air mata kedaluwarsa berkurang
Polri juga mengatakan efek gas air mata kedaluwarsa atau expired itu berkurang.
Polri mengatakan hal ini berdasarkan keterangan ahli terkait gas air mata.
"Saya mengutip apa yang disampaikan Doktor Masayu, di dalam gas air mata memang ada kedaluwarsanya, ada expired-nya. Ditekankan, harus mampu membedakan, ini kimia, beda dengan makanan. Kalau makanan ketika dia kedaluwarsa, maka di situ ada jamur, ada bakteri, yang bisa
mengganggu kesehatan," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat konferensi pers, Senin (10/10/2022).
"Kebalikannya, dengan zat kimia atau gas air mata ini, ketika dia expired justru kadar kimianya itu berkurang. Sama dengan efektivitasnya gas air mata ini, ketika ditembakkan, dia tidak bisa lebih efektif lagi," imbuh Dedi.
Dedi mengatakan, jika gas air mata tidak kedaluwarsa, partikel dalam gas air mata itu lebih efektif. Gas air mata akan terasa perih di mata jika tidak kedaluwarsa.
Tanggapan Mahfud Md soal Bahaya Gas Air Mata Kedaluwarsa
Merespons temuan gas air mata kedaluwarsa di tragedi Kanjuruhan, Menko Polhukam Mahfud Md bakal meminta keterangan pakar di bidang spesifik itu.
"Mungkin yang ditemukan Komnas HAM kebetulan kedaluwarsa, tapi yang tidak kedaluwarsa tidak ditemukan Komnas HAM. Beda yang mencari, beda hasilnya, tergantung siapa yang menemukannya," kata Mahfud, Senin (10/10/2022).
"Nanti kita akan undang ahli kimia gas air mata," kata Mahfud.
Menurut Mahfud, gas air mata yang sudah kedaluwarsa justru mengalami penurunan efek terhadap kondisi manusia.
Dengan kata lain, kekuatan gas yang bisa bikin perih mata dan sesak napas itu tak lagi sekuat sebelum kedaluwarsa.
"Secara ilmiah jika gas air mata kedaluwarsa, maka daya merusaknya lebih kecil. Semakin lama kedaluwarsanya ya semakin tidak berbahaya. Temuan Komnas HAM nanti jadi salah satu bahan bagi TGIPF. Ada laporan juga selongsong yang tidak daluwarsa, mungkin campur-campur ya," tutur Mahfud. [rin]