WahanaNews.co, Jakarta - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengaku kecewa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan calon presiden berkampanye di sarana pendidikan.
FSGI mempertanyakan batasan dari putusan tersebut. Mereka merasa pembolehan kampanye di tempat pendidikan tidak tepat.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
"FSGI menyayangkan keputusan MK tersebut, dengan alasan menjadi pertanyaan bagi FSGI, apakah kampanye di fasilitas pendidikan, seperti sekolah TK, SD, dan SMP, diperbolehkan? Seharusnya tidak karena siswa TK hingga SMP belum termasuk usia memilih atau belum memiliki hak pilih," dikutip dari keterangan tertulis FSGI, Selasa (22/08/23).
Mereka juga tak sepenuhnya sepakat jika kampanye boleh dilakukan di sekolah menengah atas. Menurut FSGI, tak semua siswa SMA telah berusia 17 tahun dan punya hak pilih.
Menurut FSGI, sekolah ataupun fasilitas pendidikan bisa dijadikan tempat pendidikan politik, tapi bukan digunakan untuk kepentingan elektoral.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
"Apabila MK berdalil bahwa tempat ibadah tidak layak digunakan untuk kepentingan kampanye tanpa syarat karena menjadi salah satu upaya untuk mengarahkan masyarakat menuju kondisi kehidupan politik yang ideal ... begitu pun seharusnya dengan tempat pendidikan," ucap mereka.
Minta Bawaslu dan KPU segera turun tangan
FSGI memahami putusan MK bersifat final dan mengikat. Oleh karena itu, mereka berharap KPU dan Bawaslu segera turun tangan untuk merinci aturan kampanye di lingkungan pendidikan.
Para guru tersebut ingin KPU segera merevisi peraturan kampanye pasca keputusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023.
Beberapa aturan yang diharapkan adalah kejelasan batasan waktu dan jenjang pendidikan yang boleh jadi lokasi kampanye.
"FSGI mendorong peran Badan pengawas Pemilu (Bawaslu) pusat dan daerah untuk mengawasi pelaksanaan kampanye di lembaga-lembaga pendidikan, terutama sekolah negeri yang tak mungkin menolak perintah kepala daerah inkumben," ujar FSGI.
Sebelumnya, MK menyatakan larangan berkampanye di tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah bertentangan dengan UUD 1945. Hal itu menjadi putusan atas gugatan pasal 280 ayat (1) UU Pemilu dalam perkara nomor Putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023.
Semula, pasal itu menyatakan peserta pemilu dapat hadir di tempat ibadah, sarana pendidikan, dan fasilitas pemerintah hanya jika tanpa atribut kampanye.
Mereka juga harus mendapatkan izin dari pengelola fasilitas-fasilitas itu.
Dengan putusan MK yang baru, pasal itu menjadi berbunyi: menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.
[Redaktur: Sandy]