WahanaNews.co | Pelaksanaan haji tahun ini dihebohkan persoalan calon jemaah haji furoda. Tercatat 46 warga negara Indonesia (WNI) tertahan di Imigrasi Arab Saudi karena persoalan administrasi.
Tak banyak yang tahu apa itu jemaah haji furoda. Berdasarkan informasi yang dihimpun, haji furoda adalah pelaksanaan haji yang visanya diperoleh melalui undangan dari Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia.
Baca Juga:
Laporan Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024 Bakal Didalami KPK
Calon jemaah haji furoda tidak mengikuti kuota visa haji yang sudah dijatahkan kepada Kemenag RI. Visa mereka dikeluarkan oleh setiap kedutaan negara tanpa menunggu antrean.
Jemaah haji jalur haji furoda bisa disebut haji mandiri yang dikelola oleh travel haji resmi atau tidak resmi atau yayasan yang memiliki afiliasi dengan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, atau bisa juga perorangan.
Sifat jalur haji dengan visa furoda adalah resmi dan legal dalam perspektif aturan imigrasi pemerintah Arab Saudi.
Baca Juga:
Soal Pemberitaan Anggota DPR Terima Suap Haji, MKD Minta Tempo Klarifikasi
Hukum Haji Furoda
Hukum haji furoda di Indonesia pun termasuk legal alias resmi. Walaupun Pemerintah Indonesia melalui Kementarian Agama tak mengurus visa secara langsung.
Calon jemaah haji furoda memang terdaftar di Kemenag namun visa mujamalah kepada jalur ini merupakan kewenangan dan hak dari Pemerintah Arab Saudi.
Sebab Pemerintah Arab Saudi berhak mengundang mitra mereka sebagai bentuk penghargaan, penghormatan, dukungan diplomatik dan tujuan lainnya.
Sebanyak 46 warga negara Indonesia (WNI) sempat tertahan di Imigrasi Arab Saudi setibanya di Jeddah, Kamis, 30 Juni 2022, dini hari. Mereka dipastikan tidak masuk kloter resmi yang dikeluarkan Kemenag.
Mereka menggunakan paspor Indonesia dan masuk ke Arab Saudi melalui Bandara King Abdulaziz Internasional Airport (KAIA) Jeddah. Tetapi visa yang dipakai diketahui dikeluarkan dari Singapura dan Malaysia.
Temuan itulah yang kemudian membuat 46 WNI tidak lolos proses imigrasi karena visa yang dibawa tidak ditemukan dalam sistem imigrasi Arab Saudi.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief mengaku prihatin dengan peristiwa tersebut. Apalagi kedatangan 46 WNI ini ke Arab Saudi dengan niat untuk menunaikan ibadah haji dan telah mengenakan pakaian ihram.
"46 WNI ini tidak bisa masuk ke Saudi dan mereka dipulangkan kembali ke Indonesia," terang Hilman Latief di Makkah, Sabtu (2/7) malam.
Selain itu, ke-46 orang WNI itu juga diketahui menggunakan travel yang tidak terdaftar di Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Sehingga apa yang disyaratkan Saudi untuk jemaah dari berbagai negara untuk masuk ke wilayahnya dan berhaji tidak ada pada 46 orang ini.
"Dokumen juga tidak seperti disyaratkan pemerintah Saudi karena tidak menggunakan PIHK yang resmi. Ini sayang sekali," sambung Hilman.
Hilman belum bisa berkomentar lebih jauh apakah akan membawa kasus ini ke jalur hukum atau tidak. Pihaknya masih akan mendiskusikan dengan pihak berwenang.
"Ini menjadi perhatian kita semua. Mudah-mudahan nanti ada turunannya bagaimana konsep (visa) mujamalah, aturannya seperti apa.Tentu karena ini terkait dengan pihak lain, setidaknya kami juga harus diskusi dengan pemerintah Saudi sejauh mana pengaturannya dan apakah bisa diatur oleh kita," sambungnya.
Selain akan membuat turunan UU 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, ia juga akan mengoptimalkan peran Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dalam urusan visa mujamalah. Sehingga ke depannya, masalah seperti ini tidak terulang kembali.
"Ini persoalan kompleks, harus kita dalami agar tidak terulang lagi. Kasihan jemaah," katanya.
Kepada warga negara Indonesia yang ingin berhaji, Hilman mengingatkan berhati-hati bila ada tawaran berhaji dengan iming-iming tanpa mengantre. Apalagi, bila harus membayarkan biaya cukup tinggi.
Selain itu, pastikan pula memilih travel atau biro perjalanan yang sudah terdaftar secara resmi di Kemenag.
"Sehingga kalau ada apa-apa kami bisa menegur perusahaan itu. Kalau seperti ini kami tidak bisa apa-apa," tutup Hilman. [qnt]