WahanaNews.co | Senada dengan
pengacara Hotman Paris Hutapea, aktivis Haris Azhar pun menilai, polemik
rencana pemberian sumbangan Rp 2 triliun dari anak bungsu Akidi Tio, Heriyanty,
di Sumatera Selatan tak bisa dibawa ke jalur hukum.
Direktur Eksekutif
Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar, juga tak sepakat jika anak bungsu pengusaha asal
Aceh itu dijadikan tersangka.
Baca Juga:
Kapolri Copot Kapolda Sumsel
Dalam sebuah video yang
diunggahnya pada Selasa (3/8/2021)
lalu, Haris menyatakan bahwa aparat akan terlalu dini jika berkeras menjerat
Heriyanty sebagai tersangka.
"Karena, kesalahannya itu di mana? Kalau
dibilang penipuan,
saya pikir penipuannya belum terpenuhi," kata Haris dalam video tersebut, sebagaimana dikonfirmasi wartawan.
Menurutnya, dalam
perkara itu, kepolisian hanya dihadapkan pada penyerahan
sumbangan Rp
2 triliun yang gagal, karena pihak pemberi tak memiliki cukup uang.
Baca Juga:
Kasus Akidi Tio: Didesak Copot Kapolda Sumsel, Ini Respons Polri
Selain itu, kata dia,
sumbangan tersebut bukan merupakan hal yang diwajibkan untuk
dilakukan.
Bentuk kesukarelaan yang
tidak bisa dijadikan beban bagi penyumbang.
"Kalau penipuan itu, kalau dia ada beban. Kalau mau dijadikan tersangka, harus ketemu delik materiil dugaan tindakan pidana
yang lain," jelas dia.
Pegiat HAM ini pun tak
sepakat jika penyerahan sumbangan itu dikategorikan sebagai sebuah berita
bohong atau hoaks.
"Namanya orang mau
niat nyumbang tapi ternyata duitnya enggak
cukup, ya sudah. Peristiwanya itu enggak
ada yang hoaks. Dia
mau niat nyumbang, benar kan. Terus bahwa
duitnya enggak ada," jelasnya.
Menurutnya, lebih tepat
jika peristiwa itu disebut karena
kelalaian aparat negara yang tidak
melakukan verifikasi lebih lanjut ketika hendak menerima sumbangan tersebut.
Padahal, kata dia,
negara memiliki kelengkapan untuk dapat menelusuri kepastian sumber uang
tersebut sebelum dipublikasikan ke masyarakat.
Penyelidikan kepolisian
terkait peristiwa ini masih berjalan.
Heriyanty sedianya
kembali diperiksa oleh penyidik pada Selasa (3/8/2021), namun urung dilakukan karena mesti menjalani
pemeriksaan kesehatan.
Sejauh ini, penyidik Ditreskrimum Polda Sumsel baru memeriksa
lima saksi terkait rencana pemberian bantuan uang sebesar Rp 2 triliun untuk
penanganan Covid-19 di Sumsel.
Penyidik juga bakal
menyurati Bank Indonesia untuk bisa menyelidiki rekening giro dari Heriyanty.
Selain itu, Mabes Polri
telah mengirimkan tim pemeriksa internal untuk mengklarifikasi Kapolda Sumsel,
Irjen Pol
Eko Indra Heri, terkait sumbangan Rp 2
triliun Akidi Tio.
Kapolda Sumsel sendiri sudah menyampaikan permintaan
maafnya secara terbuka kepada masyarakat Indonesia terkait kelalaiannya sebagai
manusia karena tidak melakukan verifikasi terlebih dahulu terhadap niat berdonasi
keluarga Akidi Tio tersebut.
Sebelumnya, pengacara kondang, Hotman Paris Hutapea, menganggap tidak ada unsur pidana yang dapat
terpenuhi dalam peristiwa tersebut.
"Secara hukum, agak susah diterapkan pasal
mana. Karena belum ada yang dirugikan," kata Hotman Paris dalam
keterangannya melalui akun Instagram
@hotmanparisofficial dan telah
dikonfirmasi media,
Kamis (5/8/2021).
Dia memaparkan sejumlah
pasal yang sempat diwacanakan hendak dipakai untuk menjerat Heriyanty.
Misalnya, kata dia,
Pasal 28 ayat (2) Undang-undang ITE yang berkaitan dengan penyebaran informasi
yang menimbulkan pertentangan Suku,
Agama, Ras, dan Antar-Golongan (SARA).
Menurutnya, pasal
tersebut tak dapat diterapkan,
karena permasalahan sumbangan tersebut tak menimbulkan pertentangan SARA.
Malah, kata dia,
peristiwa itu menjadi candaan bagi masyarakat Indonesia.
Pengacara kondang ini
beranggapan bahwa tidak ada keonaran yang ditimbulkan dari rencana sumbangan Rp 2 triliun yang hingga kini belum terealisasi itu.
Kemudian, lanjutnya,
polisi juga akan sulit jika hendak menerapkan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Dalam kasus sumbangan
ini, tidak ada korban yang dirugikan.
"Dalam kasus 2 triliun siapa yang korban. Kan
penipuan itu apabila seseorang menyerahkan harta bendanya atau uangnya kepada
seseorang karena janji-janji atau informasi yang salah, itulah namanya penipuan,"
ucapnya dia lagi.
Menurut dia, delik-delik
tersebut akan sulit dibuktikan apabila Heriyanty dijadikan sebagai tersangka
nantinya.
Namun demikian, kata
dia, proses pemeriksaan terhadap anak Heriyanty tetap perlu dilakukan untuk
mendalami kebenaran uang Rp 2
triliun tersebut.
Menurutnya, Direktorat
Jenderal Pajak Kemenkeu perlu turun tangan untuk memeriksa uang Rp 2 triliun yang disebut-sebut ada di Singapura.
Pengecekan itu, kata
dia, untuk memastikan apakah ada pelanggaran dalam urusan pajak dari uang
bernilai fantastis itu.
"Kalau uang itu ada, masuk gak dalam SPT.
Dilaporkan enggak dalam SPT. Karena ingat, Undang-undang Tax Amnesty kalau
terkait dengan UU Tax Amnesty kalau tidak dilaporkan dendanya bisa 200 persen.
Jadi dari segi pajak ini sangat menarik," tukas dia. [qnt]