WahanaNews.co | Studi baru mengungkapkan bahwa sebagian besar jurnalis perempuan Indonesia pernah mengalami kekerasan sepanjang karir jurnalistiknya. Kekerasan itu bisa terjadi di ranah fisik dan digital, bersifat seksual dan non-seksual, dengan bentuk sangat beragam.
Untuk mengungkap hal tersebut, para peneliti gabungan dari UII Yogyakarta, PR2Media, Universitas Amikom Yogyakarta, dan UGM, melakukan survei berskala nasional untuk mengonfirmasi dugaan dan cerita individu yang beredar luas bahwa banyak jurnalis perempuan Indonesia mengalami kekerasan baik di ranah digital maupun fisik.
Baca Juga:
Pendaftaran PLN Journalist Award 2024 Tinggal Sebulan Lagi, Kirimkan Karya Jurnalistik Terbaikmu!
Riset berlangsung selama Agustus hingga Oktober 2021. Ada sekitar 1.256 jurnalis perempuan di 191 kota dan kabupaten yang mewakili Indonesia bagian barat, tengah, dan timur.
Hasilnya peneliti menemukan, sebanyak 1.077 jurnalis (85,7%) pernah mengalami kekerasan. Hanya 179 responden (14,3%) yang tidak pernah mengalami kekerasan sama sekali.
Temuan buruk ini sangat berpotensi merugikan jurnalisme dan kebebasan pers di Indonesia. Pasalnya, kontribusi jurnalis perempuan bagi kehidupan pers baik di tanah air maupun secara global sangat vital bagi upaya pengarusutamaan suara, potensi, dan tantangan para perempuan.
Baca Juga:
BPJS Kesehatan Anugerahkan Penghargaan Istimewa bagi Jurnalis dan Media Massa
Survei ini juga menunjukkan kekerasan di ranah digital lebih banyak dialami jurnalis perempuan ketimbang kekerasan di ranah fisik, meskipun perbedaannya sangat tipis. Hal tersebut tetap terjadi meski ada tren penurunan kegiatan di ruang fisik akibat digitalisasi dan pandemi COVID-19.
Menurut pernyataan para responden dan informan riset, kekerasan bisa terjadi karena alasan profesional (28%), alasan seks dan gender (29%), atau gabungan keduanya (31%). Alasan profesional ini biasanya terkait dengan topik liputan yang “sensitif” dan melibatkan penguasa, lingkungan, polemik keagamaan, dan gender atau seksualitas (LGBTIQ).
Cara yang paling banyak dilakukan responden (52%) saat mengalami kekerasan adalah melaporkan ke atasan atau rekan kerja, organisasi terkait (29%), dan mengajukan tuntutan hukum (10%).