WahanaNews.co | Kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih juga tinggi, bahkan hasil survei menunjukkan bahwa satu dari empat wanita pernah mengalami kekerasan.
"Hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2021 yang kami lakukan, ada satu dari empat perempuan pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan sepanjang hidupnya," kata Valeria Ginting, pejabat Kementrian PPPA dalam Dialog Interaktif RRI yang disiarkan Kamis (21/4).
Baca Juga:
MK Kabulkan Gugatan Syarat Pendaftaran Capres-Cawapres Berpengalaman Jadi Kepala Daerah
SPHPN 2021 menunjukkan, 26.1 persen perempuan Indonesia usia 16-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan maupun bukan pasangannya.
Valeria mengatakan, fenomena di lapangan menunjukkan, masih banyak perempuan yang tidak berani berbicara. Perempuan, kata dia, masih diberi posisi kedua dalam masyarakat, tidak memiliki modal pendidikan ketika berada di dalam ruang publik.
"Inilah yang kemudian menghambat perempuan untuk berbicara," kata dia. Ini yang kemudian membuat angka kekerasan pada perempuan sangat tinggi.
Baca Juga:
DPR Resmi Sahkan RUU Kesehatan Menjadi Undang-Undang
Namun, Valeria menambahkan, dengan pengesahan Undang-undang Tindak Kekerasan Seksual (TPKS), perempuan merasa lebih bebas untuk melaporkan kasus kekerasan yang mereka alami.
Menanggapi hal itu, akademisi dari Universitas Nusa Cendana Dr Dhesy A Kase SH MH mengatakan, merujuk pada isinya, Undang-undang TPKS memberi jaminan kepada perempuan dan anak untuk merasa aman karena ada upaya perlindungan yang dimaksimalkan.
"Pada regulasi sebelumnya, perhatian pada perempuan dan anak belum termaksimalkan," kata Dhesy di acara yang sama.
Dikatakannya, terdapat tiga aspek penting yang akhirnya menjadi alasan bagi perempuan untuk melindungi dirinya dari kasus kekerasan. Yakni, terdapat ancaman pidana bagi pelaku kekerasan. Kemudian, melibatkan banyak aspek perlindungan para korban, serta memberi harapan besar bagi para korban karena ada upaya yang dimaksimalkan dari semua stakeholder terkait.
"Di dalam Undang-undang TPKS tersebut ada upaya untuk memberikan pendanaan misalnya. Mulai pada tahap penetapan status tersangka di pengadilan oleh jaksa, itu sudah mulai ada upaya restitusi yang diberikan kepada korban. Undang-undang ini memberikan banyak ruang kepada perempuan," jelas Dhesy
Menurutnya, walaupun dalam Undang-undang TPKS telah memberikan harapan besar bagi perempuan dan anak untuk mendapat perlindungan secara hukum, jika tidak diterapkan secara efektif, maka tidak memberikan efek jera bagi para pelaku. [rin]