WahanaNews.co | Pemberontakan Andi Azis menjadi salah satu gerakan perlawanan yang muncul pasca-kemerdekaan Indonesia tahun 1945.
Pemberontakan ini terjadi pada 5 April 1950 di Makassar, Sulawesi Selatan.
Baca Juga:
Diundang Nyanyi di Rumah Konglomerat, Farel Prayoga Lagi-lagi Bikin Ambyar
Andi Azis, pemimpin pemberotakan, adalah mantan perwira KNIL dengan pangkat kapten.
Andi Azis dan pasukannya menuntut pemerintah Indonesia untuk menjadikan mereka sebagai sattu-satunya pasukan keamanan untuk mengamankan situasi di Makassar.
Pada saat itu, di Makassar sering terjadi bentrok antara kelompok pro-persatuan dengan kelompok pro-negara federal sebagai imbas dibubarkannya Republik Indonesia Serikat (RIS) dan kembalinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca Juga:
Galang Antusiasme Peringati HUT RI, KDEI Taipei Ajak WNI di Taiwan Bersepeda Bersama
Menurut Andi Azis, hanya tentara APRIS dari KNIL yang bertanggung jawab atas keamanan di Makassar.
Dikutip dari jurnal berjudul Peranan April Dalam Menjaga Stabilitas Keamanan dan Keutuhan RIS karya Andik Suryawan, pemberontakan bermula ketika Andi Azis meyatakan keluar dari kesatuannya dan membentuk pasukan sendiri.
Tak lama setelahnya, muncul peristiwa penculikan terhadap Letnan Kolonel Ahmad Yunus Mokoginta untuk mencegah pemerintah pusat mengirimkan Batalyon Worang ke Makassar.
Selain itu, Andi Azis juga menyebutkan tuntutan agar bentuk Negara Indonesia Timur tetap dipertahankan.
Dalam hal ini, dia diduga terkena doktrin yang disampaikan Soumokil mengenai nasib mantan tentara KNIL ketika APRIS sampai di Makassar.
Mendengar pemberontakan ini, pemerintah memberikan waktu 4 x 24 jam agar Andi Azis menyerahkan diri dan datang ke Jakarta.
Andi Azis pada akhirnya memenuhi perintah tersebut.
Pada akhirnya, dia ditahan dan diadili di pengadilan militer.
Akan tetapi, meskipun Andi Aziz sudah ditahan, api pemberontakan masih menyala.
Akhirnya, pemerintah membentuk pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Letkol AE Kawilarang untuk menumpas sisa-sisa kelompok pemberontakan Andi Azis.
Pasukan tersebut mendarat bersamaan dengan Batalyon Worang yang dikirim ke NIT.
Setelahnya, mereka mulai menyusun rencana untuk menumpas gerakan pemberontakan tersebut.
Kota Makassar akhirnya bisa dikuasai pasukan ekspedisi pada 20 April 1950.
Namun, masalah yang terjadi ternyata belum selesai.
Sisa-sisa tentara KNIL di Makassar melakukan penurunan bendera merah putih dan melakukan provokasi.
Akibatnya, pertempuran antara APRIS dan KNIL pun sering terjadi.
Karena memiliki kekuatan yang lebih unggul, APRIS membuat tentara KNIL terdesak.
Hingga pada 8 Agustus 1950 bertempat di lapangan terbang Mandai disepakati sebuah perjanjian oleh Kolonel AE Kawilarang dengan perwakilan komisaris Belanda.
Kesepakatannya adalah seluruh pasukan KNIL akan ditarik dari Makassar.
Sedangkan seluruh perlengkapan perang yang dimilikinya akan diserahkan kepada APRIS. [gun]